Minggu, 10 Juli 2011

Ku Berikan Cinta Pertamaku Padamu ##part IV (last part)

Ku Berikan Cinta Pertamaku Padamu
##part IV (last)


Ify dan kedua orang tua Rio menunggu dengan cemas di depan ruang operasi.
Beberapa saat kemudian, Dr. Tian keluar.
“Masuklah." katanya pada kedua orang tua Rio. "Aku takut mungkin ini adalah saat-saat terakhirnya."
Ibu Rio menangis keras. Ayah Rio menuntunya masuk.

"Ayah..." panggil Ify pelan pada dokter Tian.
"Masuklah!" ujar Dr. Tian. "Kau juga harus bersamanya."

Perlahan, Ify masuk ke dalam ruangan. Dia melihat Rio sedang berbaring disana. Dengan alat-alat aneh yang bersarang ditubuhnya.
"Rio, maafkan ibu." tangis Ibu Rio sambil membelai rambut anaknya itu dengan lembut. "Seharusnya ibu menjagamu lebih baik. Maafkan ibu."
"Rio, rasanya menyakitkan, bukan?" tanya Ayah Rio sedih. "Tapi kau sudah berusaha keras."
"Tidak, tidak, tidak, tidak tidak..." tangis Ify, melihat Rio, kemudian berlari keluar. Hatinya tidak kuasa menerima kenyataan itu. Dia belum sanggup meninggalkan Rio.


Ify berlari menemui Ibu dan Kakek Alvin ICU, tempat Alvin dirawat.
"Kumohon padamu, kumohon padamu, kumohon padamu!" seru Ify, menangis dan bersujud pada Ibu dan Kakek Alvin. "Tolong berikan jantung Alvin pada Rio. Aku tahu aku mengatakan hal yang kejam, tapi jika terus seperti ini, Rio bisa mati. Kumohon padamu, tolong berikan jantung Alvin pada Rio. Tolong selamatkan Rio!"

Dr. Tian masuk ke kamar Alvin dan melihat putrinya dengan iba.
"Kumohon padamu, tolong selamatkan Rio!" seru Ify. “Kumohon.. Kumohon... Kumohon..."
Dr. Tian berusaha menghentikan Ify.
"Hentikan. Hentikan."
Kakek Alvin berlutut di depan Ify.
"Aku mengerti apa yang kau katakan." katanya. "Tapi saat ini, kami tidak bisa mengizinkan. Cucuku mengeluarkan air mata. Tadi pagi, ia menggerakkan jari-jarinya. Walaupun dokter mengatakan itu hanya refleks, tapi bagi kami, keluarganya, itu adalah secercah harapan. Ini adalah keajaiban. Mungkin ia akan bangun besok pagi dan bertanya, 'Kakek, dimana aku?'. Kami harus menggenggam keajaiban itu. Kau mengerti, bukan?"

Ibu Alvin berjalan mendekati mereka. "Siapa Rio?" tanyanya.
"Dia kekasihku." jawab Ify lemah.
"Maafkan aku." tangis Ibu Alvin. "Aku sungguh minta maaf."

Ify keluar dan duduk seorang diri di lorong rumah sakit, menangis keras. Hati dan perasaannya benar-benar kacau. Takut yang teramat sangat menguasai hati dan pikirannya. Takut akan kehilangan. Takut akan ketidakabadian manusia. Takut akan kematian.


Didalam ketidaksadarannya, Rio dapat mendengar tangisan Ify yang memecah keheningan.
"Semanggi berdaun 4, apa artinya tetap hidup?" tanya Rio dalam lelapnya. "Sekarang Ify sedang menangis lagi. Tolonglah... beri aku waktu sedikit lagi. Waktu terakhir. Tolong biarkan aku hidup."

Rio menggerakkan jari-jarinya, kemudian membuka matanya perlahan.

Saat Ify berjalan gontai ke kamar Rio, namun kamar tersebut sudah kosong.
Tidak lama kemudian, Rio keluar dari toilet. Dia tidak seperti orang sakit.
"Hay, Ify!" panggilnya. "Ini kesempatan kita sekarang. Saat aku bangun, Ibu dan Ayah sangat terkejut dan berlari menemui Dr. Tian." Rio mengambil jaket di lemari dan memakainya.
Ify memandangnya bingung dan tidak percaya.
"Oke, ayo kita pergi!"
"Pergi kemana?" tanya Ify bingung.
"Apa maksudmu? Tentu saja bulan madu." jawab Rio seraya berjalan keluar kamar.

Ify  mengejar Rio. "Rio, ini tidak baik untukmu! Ayo kembali!" serunya.
"Tidak, lihat! Cuaca sangat bagus hari ini!" bantah Rio. "Kemana kau ingin pergi?"
"Rio, dengarkan aku!" seru Ify, menghentikan jalan Rio.
"Kau sangat mengganggu." protes Rio. "Aku sungguh baik-baik saja. Ini pertama kalinya aku merasa baik dalam beberapa waktu belakangan."
"Ini tidak benar, Rio!" seru Ify. "Kumohon padamu, kembalilah. Biarkan ayahku memeriksamu."
Rio mendorong Ify.
"Kemana kita akan pergi berbulan madu?" tanyanya, mengacuhkan kata-kata Ify.
"Bulan madu? Tapi kita belum menikah."
"Kita tidak perlu mengikuti aturan." ujar Rio. "Aku akan membawamu kemanapun kau suka."

Rio mengajak Ify ke taman bermain. Mereka naik roller coaster, bombom car, menonton pertunjukkan lumba-lumba, pergi ke akuarium dan makan spaghetti.

Setelah puas bermain di taman bermain, Rio mengajak Ify pergi ke pantai dan bermain disana.

Lalu, berdesak-desakan di bus. Rio melindungi Ify dengan tubuhnya.

Diakhir perjalanan, mereka duduk di bukit. Ify bersandar ke bahu Rio.
"Hari ini sangat menyenangkan." kata Ify. "Kuharap hari lain seperti ini akan datang lagi."
Rio terdiam sejenak dengan ekspresi sedih.
"Ify." panggilnya. "Sangat menyenangkan, bukan?"
"Ya." jawab Ify, tersenyum.
"Sejak awal sampai hari ini."
Ify terkejut dan mengangkat kepalanya menatap Rio.
"Maafkan aku." ujar Rio. "Aku tidak bisa menepati janjiku padamu. Bahkan semanggi berdaun 4 bisa merasakan bahwa sekarang sudah mencapai batas waktuku. Ayo kembali ke rumah sakit."
Rio mengeluarkan sebuah kertas dari saku celananya dan menyerakan kertas tersebut pada Ify.
Ify menerima kertas tersebut.
Rio tersenyum.
"Ayo, Fy!” ajaknya.


Sesampainya di rumah sakit, Ibu Rio menampar Ify karena membawa Rio pergi dari rumah sakit. Dan saat itu kondisi Rio kembali kritis. Ify tidak memberikan reaksi apapun.
"Kenapa kau membawa pasien keluar dari rumah sakit?!" bentaknya. "Kau tahu kondisi Rio!"
"Tenang." ujar Ayah Rio, membawa istrinya pergi.
Ify  melihat ke dalam ruangan. Dr. Tian dan perawat melakukan perawatan dan pengobatan pada Takuma yang saat itu berada dalam kondisi kritis.
Pandangannya kosong. Tidak seceria biasanya.


Tepat pukul 6.27 pagi, Rio menghembuskan nafas terakhirnya. Setelah sekian tahun dia berjuang, akhirnya takdir membebaskannya dari segala rasa sakit yang terus menghantui langkahnya.
"Maafkan aku." ujar Dr. Tian. "Aku sungguh minta maaf dari hatiku yang terdalam."
Ibu dan Ayah Rio menangis, mendekati jenazah putranya.
Ify hanya berdiri diam di luar ruangan dengan tatapan kosong. Cairan bening sudah siap mengalir membasahi pipinya. Dr. Tian menatapnya cemas.

Ify berjalan pergi ke atap rumah sakit. Ia bersandar pada pagar dan memasukkan tangan dalam saku jaketnya. Mencoba menahan cairan bening itu mengalir. Ia mengeluarkan tangannya dan menemukan kertas pemberian Rio.
Ify membuka kertas tersebut.


"Untuk semua orang yang kucintai,
Walaupun aku pergi, aku berharap kalian semua bahagia.

Rio….”


Ify tersenyum pahit membaca surat itu. Kemudian terjatuh ke lantai dan menangis terisak sambil terus memandang tulisan Rio saat masih kecil itu.

***

Beberapa hari berselang setelah kepergian Rio. Duka belum memudar dihati orang-orang yang mengenalnya.
Ify sedang melihat-lihat kamar Rio. Diperhatikannya setiap inci kamar itu. Kamar tersebut sangat berantakan. Di dinding, tertempel banyak fotonya bersama Rio.
Dulu, Rio sering berada didalam ruangan itu. Bau khas Rio menusuk tajam didalam indra penciumannya.

Ayah dan Ibu Rio menyerahkan botol abu Rio pada Ify.
"Maafkan aku karena mengatakan hal yang egois." ujar Ify.
"Tidak apa-apa." kata Ayah Rio. "Aku yakin Rio akan senang. Ia memang mengharapkan sesuatu seperti ini."
"Terima kasih banyak." ujar Ify seraya beranjak pergi.
"Ify!!" panggil Ibu Rio. "Walaupun sampai sekarang aku belum sempat mengatakannya, tapi terima kasih. Kau memberi kesempatan pada putraku untuk merasakan cinta. Terima kasih."
Ify tersenyum.

***

Dr. Tian berjalan dan duduk di sebuah bangku taman menghadap gereja. Dari sana, ia bisa melihat gereja dengan jelas. Pikirannya jauh menerawang.

Di dalam gereja, Ify berdiri seorang diri mengenakan baju pengantin. Ia memegang botol berisi abu Rio. Dia memandang kedepan dengan penuh keyakinan.

"Rio, mimpi kita akhirnya terwujud." ujar Ify. "Tapi ini tidak mudah. Rio, tetap hidup adalah hal yang menyedihkan. Tapi kau tahu, aku sama sekali tidak menyesal. Karena aku bertemu denganmu. Karena aku mencintaimu. Jika aku bertemu kau lagi atau jika sudah aku tahu resiko menyedihkan apa yang menantiku, aku akan tetap jatuh cinta padamu lagi."

***

Beberapa tahun sebelumnya, saat Rio dan Ify kecil pertama kali bertemu.
Ify bediri di balik pohon, menunggu seseorang duduk di bangku jebakan yang sudah dibuatnya.
Rio datang dan duduk di bangku itu.
"Kenapa kau duduk disini?" tanya Ify, keluar dari persembunyiannya. "Aku sedang akan mengolok-olok seorang wanita tua."
Rio bangkit dan melihat belakang celananya kotor.
Ify meminta Rio mencoret-coret bangku, kemudian ia duduk diatasnya. Rio memandangnya bingung.
"Sekarang celanaku juga kotor." kata Ify. "Kau akan memaafkan aku, bukan?"
"Untuk apa aku memaafkanmu?" tanya Rio. "Sejak awal aku memang tidak marah."
"Walaupun aku melakukan itu padamu? Kenapa?"
"Aku tidak tahu." jawab Rio polos.
"Siapa namamu?"
"Mario Stevano."
"Namaku Alyssa saufika." ujar Ify, mengulurkan tangannya. "Senang berkenalan denganmu."
Rio menyambutnya senang.
Saat indah itulah awal dari cinta yang singkat ini.

"Aku tidak menyesal." ujar Ify. "Tidak peduli sebanyak apapun aku dilahirkan kembali, tidak peduli sebanyak apapun kita bertemu lagi, aku akan selalu jatuh cinta padamu."
~~~ THE END ~~~


Tidak ada komentar:

Posting Komentar