Minggu, 03 Juli 2011

Ku Berikan Cinta Pertamaku Padamu ##part I

Ku Berikan Cinta Pertamaku Padamu
Part. I

Para perawat mengikat seluruh tubuh Rio agar ia tidak bisa bergerak.

"Ini mungkin kejam." kata Dokter. "Tapi jika dia bergerak dengan bebas, ada kemungkinan ia akan terluka."

"Kami mengerti." ujar Ayah Rio.

Rio berteriak dan menolak diperlakukan seperti itu, tapi Ibu Rio menenangkannya. Orang tua Rio sangat sedih, namun tidak ada hal lain yang bisa mereka lakukan untuk memperpanjang nyawa putranya kecuali dengan cara tersebut.
Rio mengatakan pada ibunya bahwa ia ingin pipis. Tapi ibunya menyuruh Rio pipis di pampers.

Diluar ruang rawat Rio, Ify menemui ayahnya dengan wajah cemberut, kesal karena ayahnya mengikat Rio di ranjang.

"Aku sudah selesai pipis." kata Rio. "Ibu bisa menggantinya sekarang!”
"Bagus." ujar ibunya, tersenyum.
"Maafkan aku." ujar Rio dengan mata berkaca-kaca, memalingkan wajahnya agar orang tuanya tidak bisa melihat ia menangis.

Ibu Rio mengambil pengganti pampers. Tapi mendengar ucapan maaf Rio, ibunya tidak bisa menahan air matanya.
"Biar aku yang melakukannya." kata Ayah Rio cemas. Takut Rio melihat tangisan ibunya. "Kau tunggulah diluar."
Ibu Rio mengangguk dan keluar ruang rawat Rio.

"Maafkan ayah, Rio." ujar Ayah sedih. "Jika bisa, ayah ingin mengganti tempatmu dengan ayah. Tapi ayah tidak bisa melakukan apapun untuk membantu. Maafkan ayah."

Di luar, ibu Rio menangis. Dia menutup wajah dengan kedua tangannya. Sungguh sangat berat  menjalani semua ini. Melihat anak tercintanya diperlakukan seperti itu untuk memperpanjang hidupnya.

Diruangannya, Dokter Tian duduk termenung memandang hasil ronsen Rio beberapa hari lalu. Hingga seorang suster datang mengambil beberapa berkas diruangannya.
"Agni!!." panggil Dokter Tian, menunjuk ke bagian belakang rok perawat. "Apakah itu olok-olok dari Ify lagi?"

Perawat Agni melihat ke bagian belakang roknya. Rok itu sudah kotor. Penuh dengan cat warna yang digunakan untuk melukis. "Ah, dimana tadi aku duduk?" keluhnya. Ia berjalan mendekati dokter. "Apakah itu Rio...?" tanyanya sambil ikut melihat hasil ronsen yang dihadapan dokter Tian.

"Ya." jawab Dokter sedih. "Jika aku tidak bisa membantunya, aku bukan lagi seorang dokter. Aku juga cemas pada putriku. Kita tidak bisa melakukan apa-apa saat ibunya meninggal dan kini temannya. Mungkin lebih baik aku tidak membawanya ke rumah sakit, bukan?"

"Mereka berdua bukan hanya sekedar teman." kata Perawat.
Dokter Tian tertawa pahit. "Cinta pertama?"

Ketika Ify sedang bermain di pinggur hutan, Rio mendekatinya. Rio duduk jongkok tidak jauh dari tempat Ify duduk.

"Ify, apa yang kau lakukan?" tanya Rio.

"Aku ingin menemukan semanggi berdaun 4." jawab Ify. "Dengan begitu, permohonan apapun yang kuminta akan terkabul."

"Aku tidak pernah mendengar itu." ujar Rio heran.

"Aku pernah."

Rio ikut membantu Ify mencari semangggi. 

"Jika kau bisa menemukan semanggi berdaun 4, permohonan seperti apa yang akan kau minta?" tanya Rio

"Tidak ada yang istimewa." jawab Ify.

"Kalau tidak ada yang istimewa, kenapa kau mencarinya?" tanya Rio polos.

"Kau sangat menyebalkan." kata Ify. "Aku hanya bosan karena tidak bisa bermain denganmu. Apa kau sudah berhenti memakai pampers?"

Rio cemberut. Ify meneruskan pencariannya.
"Jika kita bisa menemukan semanggi berdaun 4, bisakah aku membuat permintaan? Jika aku besar, aku ingin menjadi astronot. Jika itu terjadi, ayo kita menikah. Itu impianku. Aku ingin menjadi astronot dan menikah denganmu." ujar Rio.

Ify terdiam, menatap Rio.
Rio menunduk. Matanya menangkap sesuatu yang sedari tadi mereka cari.
"Ah, aku menemukannya." katanya, menunjuk daun semanggi itu.

Ify mendorong Rio hingga jatuh dan berteriak pada daun semanggi.
"Semanggi berdaun 4, tolong bantu Rio!" serunya. "Jangan biarkan Rio mati! Biarkan kami bersama selamanya! Tolong sembuhkan penyakitnya! Kumohon padamu! Kumohon padamu! Kumohon padamu!"

Ify menangis keras.
"Ify!" panggi Rio. Ia mendekati Ify dan mencium bibirnya. Ciuman pertama mereka.

"Saat itu, aku tidak tahu apa artinya kematian. Karena itulah, aku membuat janji yang tidak bisa kupenuhi. Itu janji yang sangat buruk."

Ify kecil memotong tirai jendelanya dan membuat gaun pengantin. "Rio ingin menikah denganku." katanya senang pada ayahnya.
Ayahnya memandang Ify heran. Dia hanya tertawa kecil didalam kemarahannya.

Di lain sisi, saat Rio sedang duduk seorang diri di taman, sebuah bola menggelinding di kakinya.
"Bisakah kau melempar bola itu?" tanya seorang anak kecil.
Rio menatap bola itu dengan senang dan ikut bermain.
Setelah itu kondisi Rio kembali  kritis. Rio tidak boleh melakukan olahraga berat. Karena akan berpengaruh buruk pada Jantungnya.

"Aku membuat janji yang tidak bisa kupenuhi."
"Ayo kita menikah saat kita sudah dewasa."


***


Beberapa tahun berlalu tanpa terasa. Semua tumbuh dan berkembang. Dan kini sudah 8 tahun sejak janji menikah itu terucap.

Kembali Rio harus mengunjungi gedung menyeramkan bernuansa putih itu. Sudah tidak terhitung berapa kali dia mengunjunginya. Baik untuk check up ataupun dirawat disalah satu kamar didalam bangunan itu.

Rio dewasa memeriksakan dirinya ke Dokter Tian. Kata Dokter, kondisinya baik. Tapi ia mengingatkan Rio agar tidak berolahraga berat dan tidak memakan makanan yang terlalu manis atau asin diakhir perjumpaan mereka.

"Aku tahu itu." ujar Rio santai. "Sampai jumpa."
Rio meninggalakan ruangan Dokter Tian dengan santai sambil menenteng jaket hitam ditangannya.
Dokter hanya tertawa melihat sikap Rio itu.

Setelah dari rumah sakit, Rio menemui Ify. Ify sedang mendengarkan I-Ponnya sambil bersandar di pembatas jalan di taman depan rumah sakit saat Rio menghampirinya. Lalu mereka berdua bergandeng tangan dan berjalan bersama. Menikmati senja yang indah.

"Apa yang ayah katakan?" tanya Ify.
"Dia bilang aku baik-baik saja." jawab Rio.

Mereka menghabiskan senja itu dengan canda tawa didalam kebersamaan mereka. Membawa tawa kemanamun mereka menginjakkan kaki.


***


Ify dan Rio bersekolah di sekolah yang sama dan duduk di kelas yang sama. Saat ini, mereka duduk di SMP kelas 3 IPA 2.
Saat guru bahasa Inggris sedang menjelaskan di depan, Ify malah menggambar wajah Rio di bukunya.

"Siapa yang bisa menjelaskan arti dari kalimat ini?" tanya Guru sambil menunjuk deretan kata berbahasa inggris d\yang tertulis dipapan putih didepannya. "Alyssa Saufika, coba jelaskan!!"
Ify bangkit dari duduknya dan membaca tulisan bahasa Inggris di papan tulis. Tidak ada satu katapun yang ia mengerti.

"Rio, bantu aku." bisik Ify pada Rio yang duduk disebelahnya.

Rio membacakan arti kalimat di papan tulis. Ify mengatakannya lagi pada Guru.
Guru bahasa Inggris mengangguk. "Orang yang membantumu sangat luar biasa." katanya. "Bagus, Mario."

"Terima kasih." jawab Rio sambil tersenyum.

Ify kembali duduk ditempatnya. Dia mendengus sebal. Rio tertawa kecil melihatnya.

Saat pelajaran olahraga, seperti biasa Rio hanya bisa duduk diam dipinggir lapangan, menonton teman-temannya berolahraga. Ify bermain basket bersama teman-temannya. Ia sangat canggih melakukan olahraga itu.

Ketika Ify dan kedua temannya berjalan seusai berolahraha, tiga orang murid laki-laki menyiram air pada Ify.

"Maafkan kami." kata salah satu murid laki-laki. "Kami ingin membersihkan lapangan."

"Apa yang ingin kalian lakukan?!" seru Ify kesal.

"Wah, merah jambu!" seru murid laki-laki lain, melihat baju dalam Ify.
Ify menunduk.

"Minta maaf!" seru teman-teman Ify.

"Untuk apa? Kami tidak melakukan apapun." jawab murid laki-laki.

Mendadak Rio datang. Ia menyelimuti badan ify dengan jaket hitamnya.
"Itu kecelakaan! Kecelakaan!" seru murid laki-laki.

Ketiga murid itu beranjak pergi, tapi Rio mengejar dan menyerang mereka. Ia memukuli salah seorang dari mereka.

"Kalian pikir apa yang kalian lakukan?!" seru Rio marah.

Kedua murid lain berusaha menarik Rio, namun Rio tidak menggubris dan terus memukuli murid itu.

Ify berlari cemas. "Aku tidak apa-apa!" katanya, mendorong Rio. "Aku tidak apa-apa!"
Rio terus berusaha menyerang. Ify terpaksa menamparnya.

"Tolong hentikan!" seru Ify cemas.

Rio berhenti memukul mereka. Dia terduduk dihadapan Ify dengan nafas yang tidak beraturan. Semantara ketiga murid tadi sudah kabur entah kemana.

Ify membawa Rio ke ruang kesehatan. Rio tiduran diatas tempat tidur diruangan itu.
"Kenapa kau marah karena hal kecil seperti itu?" tanya Ify. "Itu hanya olok-olok."

"Mereka melihat pakaian dalammu." kata Rio, membelakangi Ify. "Aku belum pernah melihatnya."

"Apa?" Ify tertegun heran.

"Bagaimana bisa mereka melihat pakaian dalam merah jambumu sebelum aku?" keluh Rio.

"Bodoh!" seru Ify, memukul kepala Rio. "Kenapa kau membahayakan nyawamu hanya demi masalah sepele?"

"Itu tidak sepele!" seru Rio, bangkit dari tidurnya. "Itu penting! Aku pacarmu! Tentu saja pacar harus melihatnya lebih dulu. Kita sudah berjanji ketika masih kecil."

Ify diam sejenak, kemudian menutup tirai pembatas.
"Baik, aku akan membiarkanmu melihatnya pertama kali." ucapnya.
"Apa?" Rio memandang Ify tidak mengerti.

"Aku bisa menunjukkan padamu kapan saja." kata Ify. "Tolong jangan lakukan tindakan gegabah seperti ini lagi."

Ify  melepas jaket Rio. Dari luar baju olahraganya yang basah, baju dalam merah jambunya terlihat. Ketika Ify hendak membuka kaosnya, mendadak Rio berteriak.
"Tunggu!" seru Rio, memegangi dadanya. "Dadaku sakit."

Ify memakai kembali jaket Rio. "Jika kau begitu antusias, aku tidak akan pernah menunjukkan padamu! Tidak akan pernah!" seru Ify sambil membuka kembali tirai pembatas dan pergi dari sana.

Ify hendak berjalan keluar dari ruang kesehatan, tapi Rio mengejarnya.
"Tunggu!"

Ify berlari, menghindari Rio. Rio mengejar Ify. Yah, kejar-kejaran deh!
Akhirnya Rio berhasil menangkap Ify dan memeluknya dari belakang.

Mendadak terdengar suara murid lewat. Rio dan Ify menunduk, bersembunyi agar tidak terlihat.

Didalam tempat persembunyiannya, Rio dan Ify saling berhadapan. Rio meraih tangan Ify, kemudian mencium bibirnya.

"Alyssaku tersayang, aku menyadari sesuatu ketika aku dirawat di rumah sakit untuk ke tujuh kalinya. Ada sesuatu yang kuinginkan. Jika aku bisa keluar dari rumah sakit, aku ingin menciummu. Menggenggam tanganmu. Memelukmu dengan erat, kemudian putus denganmu. Ketika kau bersamaku, kau selalu menangis. Ketika di pikiranku hanya ada Ify, tapi bagi Ify, di dalam pikirannya selalu ada penyakitku. Kau selalu cemas mengenai kapan aku mati. Agar kau tidak selalu menangis, kurasa seharusnya aku putus saja denganmu, saat aku masih hidup."

Ketika berciuman dengan Rio, Ify menangis. Rio kemudian memeluknya erat. Sangat erat seolah tidak ingin dipisahkan oleh ada dan siapapun. Termasuk waktu dan takdir Tuhan.


***


Didalam rumah yang sederhana, Rio dan kedua orang tuanya duduk bersama diruang keluarga. Rio mengatakan pada kedua orang tuanya bahwa ia ingin bersekolah di SMA Prasetya. Tapi orang tuanya menolak. Jika bersekolah disana, maka Rio harus tinggal di asrama. Kedua orang tuanya tidak akan bisa menjaga Rio.

"Aku ingin membuat kenangan indah sebelum aku mati." kata Rio. "Aku ingin mencoba segalanya tanpa takut. Agar aku tidak menyesal."

Kedua orang tuanya diam sejenak.
"Apa karena Ify?" tanya Ibu Rio. "Kau melihat pilihan sekolah Ify, bukan?"
"Ini tidak ada hubungannya dengan Ify."

Setelah itu Ibu Rio mendatangi Ify dan memohon pada Ify agar membujuk Rio mengambil SMA lokal. Dia mengatakan kalau Rio memilih disekolah Prasetya High School karena Ify juga bersekolah ditempat itu.
"Tante, kurasa kau salah." kata Ify, terlihat terkejut mendengar informasi itu. "Dengan nilaiku, mustahil bagiku diterima di SMA Prasetya. Aku baru tahu kalau Rio mendaftar di Prasetya." ucap Ify.


***


Di sekolah.
"Rio sudah mempersiapkan ujian masuknya?" tanya Ify, menoleh ke arah Rio yang sedang serius menekuni bukunya. "Kemana kau akan mendaftar?"

"Prasetya." jawab Rio singkat.
"Wah!" seru Ify  keras, membuat semua murid menoleh. "Orang ini akan mendaftar di Prasetya High School!"

"Diam!" seru Rio.
"Aah, nilaiku tidak akan cukup." keluh Ify. "Aku tidak ingin masuk SMA. Aku punya rencana lain. Rencana yang sudah kita buat saat masih kecil. Apa kau lupa?"

Rio diam.
"Sepertinya kau lupa." gumam Ify.

Rio menunjukkan surat penerimaan SMA Prasetya pada ibunya. "Dengan ini, aku bisa putus dengan Ify secara wajar."


Hari kelulusan.
Rio mencari-cari Ify, namun tidak bisa menemukannya.
Mendadak, seseorang memukul kepalanya dengan keras. Dia Ify. "Siapa yang kau cari?" tanya Ify.

"Aku tidak mencari siapa-siapa." jawab Rio.
"Begitukah?!" seru Ify, berjalan mendahului.
"Bagaimana hasil ujian masuk ke SMA pilihan keduamu?" tanya Rio.
"Aku gagal." jawab Ify. "Aku kagum pada diriku sendiri. Aku tidak pernah berpikir bahwa aku sebodoh ini."
"Lalu apa yang akan kau lakukan?"
"Mungkin aku akan mencari kerja." jawab Ify acuh. Ia mengeluh. "Sepertinya aku hanya bisa berada di samping Rio sampai SMP."
"Ify..." panggil Rio ragu. Walaupun berusaha, tapi Rio tidak sanggup mengucapkan selamat tinggal pada Ify.

Malam itu, Rio duduk diam di kamarnya, memandang foto-fotonya bersama Ify sejak kecil. Ia merasa bimbang dan frustasi. Beberapa kali dia berusaha memantabkan hati akan jalan yang dia pilih. Dia ingin Ify bisa hidup bahagia, tanpa harus ikut menanggung akibat dari penyakitnya. Lagipula, waktu yang diberikan tuhan padanya sudah diujung batas.


***


Rio masuk ke Prasetya. Saat Kepala Sekolah mengucapkan pidatonya, Rio terlihat sangat bosan dan mengantuk. Walau dia siswa berprestasi, dia tipikal orang yang tidak betah mendengarkan pidati berbau ceramah. Karena sudah sering dia mendengarnya.
Pidato akhirnya selesai.

"Selanjutnya." ujar pembawa acara. "Kata sambutan dari murid baru. Perwakilan murid baru adalah Alyssa Saufika."

Rio kaget dan menoleh.
Ify berjalan dengan percaya diri ke depan untuk mengucapkan sambutannya.

Ify berdiri di podium. Matanya jelalatan ke arah murid-murid, mencari sosok Rio.

"Mario Stevano! Aku menemukanmu!" seru Ify setelah menemukan Rio duduk diantara murid lelaki. "Kau terkejut? Kau ingin putus denganku? Terlalu cepat sejuta tahun! Aku belajar! Aku mencari guru private dan belajar dengan keras."

Para murid bingung mendengar celotehan Ify.
"Terima kasih padamu aku mendapat nilai tertinggi di ujian masuk." kata Ify. "Aku murid perwakilan dan kau hanya murid biasa. Rio bodoh! Kau meremehkan aku! Terlalu cepat sejuta tahun!"

"Aku tidak meremehkanmu!" seru Rio, bangkit dari duduknya.
"Rio bodoh!" teriak Ify. "Aku sama sekali tidak berniat masuk SMA! Aku ingin masuk organisasi!"

"Hentikan!" seru pihak Prasetya, menarik Ify dari podium.
Ify  mendorong mereka dengan kasar hingga jatuh ke lantai. "Hari minggu aku ingin ikut kelas memasak dan belajar merangkai bunga. Dan bahasa Inggris. Aku ingin menikah. Hanya tinggal 2 tahun lagi. Aku senang menunggu Rio berumur 18. Apa kau lupa? Janji masa kecil kita?"

Rio terdiam. Kata-kata Ify memenuhi otak dan hatinya. Membuatnya tidak mempunyai kekuatan  untuk membalas dan berucap.

"Jangan meremehkan aku." ujar Ify. "Aku tidak akan pernah melupakan janji itu. Ingin mencampakkan aku? Terlalu cepat seratus juta tahun! Aku ingin menjadi pengantin paling cantik di dunia! Apa kau dengar?!"

Makin banyak orang yang naik ke podium untuk menarik Ify turun, tapi Ify mendorong mereka semua. "Lepaskan aku!" serunya, meronta. "Aku belum selesai!"
Hingga akhirnya, mereka berhasil menarik Ify turun dari podium.

Rio dan Ify meneruskan berdebatan mereka di taman sekolah. Mereka jadi bahan tontonan murid-murid lain. Semua mata memandang mereka dengan tatapan aneh. Baru mereka temui spesies manusia seperti dua orang itu.

"Tentu saja aku tidak lupa!" seru Rio. "Tapi, walaupun tidak lupa..."
"Kau melamar dan menciumku!" seru Ify. Mengingatkan Rio akan kejadian dimasa kecil mereka bertahun-tahun lalu. "Dan kau masih bisa mengatakan itu?"
"Yang ingin kukatakan..."
"Apa?" potong Ify.

Rio terdiam sejenak. Hingga dia menemukan kata yang lebih baik saat ini.
"Dan dananmu terlalu berlebihan!" kata Rio, mengejek.
"Diam!" seru Ify, membalas. "Apa yang salah dengan itu. Lihat rambutmu!"
"Mereka benar-benar akan menikah." celetuk salah seorang murid.
"Diam! Siapa yang bilang?"
"Memang!" kata Ify. "Karena itu, tidak ada seorangpun yang bisa mengambil orang ini dariku." Dia merangkul lengan kiri Rio dengan erat. Menunjukkan kebersamaan mereka.
"Diam." kata Rio, berjalan pergi. "Kau bahkan tidak tahu apa yang dirasakan orang lain."
"Tunggu!" seru Ify, mengejar Rio.

Tanpa mereka ketahui, seorang murid laki-laki menonton mereka. Tersenyum sinis dengan tataan mata yang tajam. Seorang mengisyaratkan akan terjadinya tragedi didalam hubungan mereka suatu saat nanti.


Part I…….. End!!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar