Minggu, 10 Juli 2011

Ku Berikan Cinta Pertamaku Padamu ##part III

Ku Berikan Cinta Pertamaku Padamu 
##partIII


Akhirnya Alvin setuju berlomba lari melawan Rio.
"Kalian berdua siap?" tanya seorang murid yang bertindak sebagai juri. "Lari lurus menuju garis finish."

Alvin dan Rio memasang kuda-kuda start.
"Bersedia! Siap! Go!" seru juri.

Alvin dan Rio mulai berlari. Rio kalah jauh dibandingkan Alvin.
"Demi gadis yang kucintai, Ify, aku tidak akan mati." pikir Rio dalam hatinya.
Rio berlari sekuat tenaga mengejar hingga akhirnya bisa menyalip Alvin.
Rio menang.

"Kita sudah sepakat." kata Rio, terengah-engah. "Menjauh dari Ify." Ia terjatuh dan berbaring di tanah. "Ah, sudah lama aku tidak lari. Rasanya menyenangkan. Sangat menyenangkan!"



Ify duduk di kamarnya. Mendadak, terdengar bunyi kerikil beradu dengan kaca jendela.
Ify membuka tirai dan jendela. Rupanya Rio yang melempar kerikil ke kaca jendela kamar Ify.
Ify dan Agni mendongakkan kepala mereka keluar jendela.
"Rio, apa yang kau lakukan?" tanya Ify.
"Tri!" sapa Rio.
"Bukan 'Tri'." protes Ify. "Ini asrama putri."
"Selamat malam, Agni Tri." sapa Rio.
"Selamat malam."
"Ify!" panggil Rio. "Bulan sangat indah. Ayo berkencan."
"Hah?"
"Ayo!"
"Bukankah kita sudah putus?" tanya Ify.
"Benarkah?" Rio bertanya balik. "Kapan itu? Aku tidak ingat."
"Kenapa dia? Apa dia mempermainkan aku?" gumam Ify.

Ify turun menemui Rio. "Ini sudah terlalu malam untuk berkencan."
Rio menggandeng Ify dan mengajaknya ke klub memanah.

"Sebenarnya aku ingin sekali ikut klub memanah." kata Rio. "Kurasa akan sangat menyenangkan bergabung dikegiatan apapun bersamamu. Ditambah lagi, seragam memanah menunjukkan sisi feminimmu."
"Karena itu? Dasar bodoh!" gumam Ify.

Rio mengambil salah satu busur dan mencobanya.
"Itu salah." protes Ify. "Kau harus membuka dadamu."
"Seperti ini?" tanya Rio, mencontohkan.
Ify menggeleng dan mendekati Rio untuk membantunya. "Pegang seperti ini." katanya.
"Ify..." ujar Rio pelan. "Apakah tidak apa-apa jika kita bercinta?"
"Apa?"
"Hadiah untukku karena menang." ujar Rio.

"Apa yang kau menangkan?" tanya Ify bingung.
"Hadiah karena aku masih hidup." kata Rio.
Ify menunduk.
"Aku ingin bercinta denganmu, Ify." kata Rio, menghadap Ify. Ia memeluk Ify dengan erat.
"Rio, Hentikan! Kita tidak bisa." tolak Ify, berusaha melepaskan diri dari Rio. "Tidak disini."
"Tapi aku ingin." kata Rio, mencium Ify dengan paksa.
Karena Ify terus menerus meronta, Rio melepaskannya. Tapi begitu Rio melepaskannya, Ify malah mencium Rio.
Ok, that's first night between those two, in archery club.

Keesokkan harinya, Rio melompati pagar sekolah lagi.
"Kau mau kemana?" tanya Ify.
"Makam Via." jawab Rio. "Dokter Tian mengatakan padaku dimana tempatnya. Kau mau ikut?"
"Aku ikut." kata Ify seraya melompati pagar tanaman.
"Mario." panggil Alvin. Entah kenapa mendadak ia ada di samping mereka, ikut melompat pagar. "Sebenarnya, aku sudah punya pacar dari luar sekolah. Dia sangat seksi. Pasti sekolah akan gempar jika tahu aku sudah memiliki pacar yang luar biasa. Sekarang, aku ingin menemuinya." Alvin diam sejenak. "Kalian tahu, ada hal-hal yang tidak boleh dilakukan di sekolah."
Rio dan Ify menunduk diam.


"Apakah tidak apa-apa, kau menceritakan rahasia besarmu pada kami?" tanya Rio, mengalihkan pembicaraan.
"Kau dan Tuan Putri adalah pengecualian." jawab Alvin. "Aku masih menyukai Tuan Putri. Di luar itu... Mario, ayo kita berteman."
"Apa?"
"Ini pertama kalinya aku mengungkapkan perasaanku pada laki-laki." kata Alvin, tertawa. "Aku akan menunggu jawabanmu dengan sabar."


Ify dan Rio mengunjungi makan Via.
"Sejak masih kecil, aku sudah diberitahu bahwa aku akan mati." kata Rio. "Mereka mengatakan padaku bahwa aku tidak akan hidup lebih dari umur 20."

Saat senja, Alvin pergi dari tempat pacarnya. Pacarnya melambaikan tangan senang.
Alvin berjalan sendirian.
Suara di pembatas jalan dan rel kereta api berbunyi, pertanda bahwa kereta akan segera lewat.
Alvin terkejut dan bergegas berlari terburu-buru melewati rel.
Begitu lewat, Alvin berhenti karena menghindari sepeda. Tanpa ia sadari, sebuah truk besar berjalan cepat dan menabrak Alvin.

"Hari ini, ada seorang pemuda yang dibawa kemari karena kecelakaan." ujar Dr. Tian pada Rio dan kedua orang tuanya. "Ia memiliki kartu donor. Kami sudah menghubungi Asosiasi Donasi Organ. Mereka memutuskan bahwa jantungnya akan didonorkan pada Rio. Tapi tentu saja, kami harus mendapat persetujuan dari keluarganya terlebih dulu. Kita sudah menunggu lama untuk ini, tapi akhirnya kita bisa memberi Rio jantung pengganti."
Kedua orang tua Rio menunduk berterima kasih.
"Rio, operasi akan dilakukan lusa." ujar Dokter. "Kau harus cukup istirahat untuk mempersiapkan operasi. Jangan keluar dari ruangan ini."
Rio tersenyum lega. "Dokter Rio, setelah operasi, apakah aku boleh lari? Apakah aku boleh memakan makanan apapun yang kusuka? Aku bisa masuk ke universitas? Aku bisa menikah? Bisakah aku melakukan semua itu?"
"Tentu saja." jawab Dokter. "Mulai saat itu, kau bisa menjalani hidup yang kau suka."
Rio menangis.

Ify duduk sendirian di atap rumah sakit, menunggu Rio. Tidak lama kemudian, ia turun dan tidak sengaja melihat teman-teman sekolahnya berjalan lewat sambil menangis.
"Ada apa?" tanya Ify.
"Alyssa, kau ada disini juga?" tanya salah seorang murid perempuan. "Apa kau belum dengar? Alvin mengalami kecelakaan. Tidak ada yang bisa dilakukan untuk menyadarkannya."
"Mereka bilang, otaknya sudah mati." tangis seorang murid.
Ify terkejut.

Ify bergegas menemui ayahnya.
"Ada apa, Ify?" tanya Dokter Tian.
"Orang yang mendonorkan jantungnya pada Rio... bukan dia, kan?" tanya Ify.
Dokter diam sejenak. "Kau tidak perlu memikirkan itu. Pergi dan temani Rio."

Di sebuah kamar ICU rumah sakit, Alvin tidak juga sadar dan dalam kondisi kritis.
"Kau mengikuti program donor?" ujar Kakek pada Alvin, walaupun Alvin mungkin tidak bisa mendengarnya. "Apa aku melakukan ini untuk mewujudkan mimpi ayahmu karena ia mati sebelum mendapat donor jantung?"
Ibu Alvin menangis.
"Aku selalu mengatakan hal yang kejam padamu." tangis Kakek, menyesal. "Aku pernah mengatakan bahwa kau orang yang menjengkelkan. Tapi, kau adalah anak yang penuh pengertian. Aku mengerti. Jantungmu akan terus hidup."

Ify mengintip Rio dari luar kamarnya. Rio sedang berbincang dengan orang tuanya mengenai makanan apa saja yang ingin ia makan setelah sembuh. Rio dan kedua orang tuanya terlihat senang. Terlebih Rio. Dari matanya nampak sebuah harapan besar.
Ify  hanya diam dan berdiri di luar kamar. Dia tidak tahu bagaimana reaksi Rio bila tahu siapa yang mendonorkan jantungnya.
"Ify." panggil Rio. "Lusa aku akan operasi."
Ify tersenyum. "Selamat ya!"
"Terima kasih." jawab Rio senang. "Aku sungguh berharap operasi ini lebih cepat. Ayo pergi ke kolam renang setelah operasi ini berhasil."
"Kolam renang?"
"Aku ingin melihatmu dengan pakaian renang."
Ify tertawa.

Keesokkan harinya, Ify berjalan perlahan melewati ruang ICU. Ia melihat beberapa teman sekolahnya berlari masuk ke ruang tersebut.

Setelah itu Ify menjenguk Rio dan bermain kartu dengannya.
"Aku tahu peraturan mengenai transplantasi, tapi Dr. Taneda tidak mau mengatakan apapun mengenai pendonor." kata Rio. "Aku hanya ingin berterima kasih pada keluarga pendonor."
Rio bangkit dari duduknya.
"Mau kemana kau?" seru Ify cemas.
"Ke toilet." jawab Rio.
Ify mengangguk. Kemuadian Rio masuk kedalam toilet yang ada dikamarnya.
"Ada seorang murid dari sekolah kita yang dibawa kemari." kata Rio dari dalam toilet. "Apa kau tahu sesuatu mengenai itu?"
"Apa?"
"Ketika aku melihat keluar pagi ini, ada beberapa murid yang mengenakan seragam sekolah kita datang kemari." kata Rio.
"Aku tidak tahu." kata Ify berbohong. "Mungkin kakak kelas kita?"
"Mungkin."

Lagi-lagi Ify berdiri di depan ruang ICU, mencoba memberanikan diri untuk masuk.
Akhirnya Ify berani masuk dan mengintip ke kamar Alvin. Ada beberapa murid perempuan bersama Ibu Alvin disana.

Di lain pihak, beberapa murid laki-laki masuk ke kamar Rio.
"Apakah kita salah masuk kamar?" tanya salah seorang dari mereka. "Tapi dia juga dari sekolah kita."
"Siapa lagi yang dirawat di rumah sakit ini?" tanya Rio.
"Alvin Jonathan dari kelas kami." jawab mereka. "Dia mengalami kecelakaan. Mereka bilang, ia tidak mungkin sembuh."
Rio terkejut dan langsung berlari keluar.

Kembali ketempat Ify,
Ibu Alvin menoleh ke luar jendela dan melihat Ify berdiri diam disana. Begitu ibu Alvin melihatnya, Ify bergegas berlari takut.
Rio berlari menuruni tangga dan berpapasan dengan Ify.
"Kau tahu?" tanya Rio.
Ify menunduk diam.

Rio dan Ify berbicara diatap rumah sakit.
"Kau tahu! Kau dan Dr. Tian tahu!" seru Rio. "Karena itulah ia melarangku pergi keluar kamar!"
"Aku tidak tahu!" seru Ify. "Itu hanya kebetulan!"
"Kau hanya beralasan!"seru Rio. "Mungkin ini adalah kesempatan terakhirku, tapi aku tidak akan mau menerima operasi. Aku tidak bisa menerima jantung temanku hanya untuk menyelamatkan nyawaku sendiri."
"Tapi tidak apa-apa jika jantung itu milik orang yang tidak kau kenal?" tanya Ify. "Tadi malam kau sangat senang. Memangnya apa masalahnya jika itu jantung milik siapa? Yang penting adalah kau bisa selamat." Ify menangis. "Bagiku, itu sudah cukup."
Rio diam.
"Aku tidak akan membiarkanmu menolak operasi!" seru Ify. "Jika kau mati aku akan..."
"Ify!" teriak Rio, memotong ucapan Ify. "Jika kau bicara lagi, aku benar-benar akan membencimu."
Ify diam, menangis.
"Kau dan Dr. Tian tidak mengerti." kata Rio. "Apa artinya kematian? Bagaimana mengerikannya kematian? Rasanya mungkin sama untuknya. Ify, apa artinya hidup? Haruskah aku mencuri jantung temanku hanya untuk hidup lebih lama? Aku tidak bisa melakukannya."

Sementara itu, dalam tidurnya, Alvin menangis.

Didalam kamar Rio,
"Apa maksudmu tidak mau melakukan operasi?" tanya Ibu Rio. "Rio, apa yang terjadi? Kenapa kau memutuskan seperti ini?"
Rio tidak mau menjelaskan dan menyembunyikan dirinya dibalik selimut.
"Rio!"

Ibu Alvin melapor pada Dokter Tian bahwa putranya mengeluarkan air mata.
"Itu bukan kejadian tidak biasa jika putramu mengeluarkan air mata." jawab Dokter. "Itu hanya refleks. Maafkan aku."
"Dokter, masih bisakah aku membatalkan operasi putraku?" tanya Ibu Alvin. "Aku sungguh minta maaf. Otak putraku mungkin sudah mati, tapi aku adalah ibunya. Aku akan menolak operasi."
Dokter Tian sangat terpukul mendengarnya.

Dokter Tian menyampaikan informasi tersebut pada Rio, Ify dan kedua orang tua Rio bahwa pihak keluarga Alvin tidak memberi izin pendonoran jantung Alvin. Ify dan kedua orang tua Rio sangat terpukul. Sementara Rio hanya diam tidak menunjukkan reaksi apapun.
"Aku tidak bisa menerima ini!" seru Ayah Rio. "Mereka harus memberi..."
"Ayah!" seru Rio. "Tidak apa-apa. Dr. Tian, bisakah aku keluar dari rumah sakit sekarang? Aku ingin kembali ke sekolah. Ify, ayo kembali bersama."
Rio turun dari tempat tidur.

Rio dan Ify duduk diam di dalam bus. Tidak ada yang mau memulai pembicaraan diantara mereka. Masing-masing hanya diam dalam dunia berbeda. Rio sibuk menerawang jalanan yang mereka lewati.
"Rio, kau tidak boleh menyerah." kata Mayu pelan, memulai pembicaraan. "Aku tidak akan membiarkanmu bersiap mati. Tidak akan."
Rio tersenyum. "Ini aneh." katanya. "Ketika kau mengatakan itu, rasa sakit di dadaku lenyap."
Ify tertawa. "Karena aku adalah obatmu."

Pagi di asrama, Rio hanya duduk diam. Sepertinya ia menahan sakit dan wajahnya pucat.
"Perlukah aku melaporkan pada guru mengenai kondisimu?" tanya Gabriel.
"Hari ini aku ingin tidur saja." kata Rio.
"Beristirahatlah kalau begitu." Gabriel keluar dari kamar, bersekolah.
Malamnya, Ify berlari sekuat tenaga begitu mengetahui kondisi Rio yang kritis. Ia memanggil ambulans dan membawa Rio ke rumah sakit.
"Rio!" teriak Ify  panik. "Rio!"

Setelah sampai di Rumah sakit, Dr. Tian dan krunya bergegas berusaha keras menyelamatkan Rio.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar