Rabu, 21 Desember 2011

Amitié (One Short Story) Copas


Amitié (One Short Story)


CLEK...KREK...BRAAAKKK....

Secara berurutan suara decitan dan bantingan pintu itu membahana dengan cukup nyaring diruang berdebu yang penuh sarang laba-laba. Seseorang yang -mungkin- tadi membanting pintu itu,berjalan dengan santai menuju sebuah grand piano putih di sudut ruangan.

Ditiupnya secara kasar tebalnya debu yang melekat ditubuh piano tersebut. Mengusapnya dengan penuh penghayatan kap putih yang tersamarkan dengan warna abu-abu pucat yang ditimbulkan oleh debu dan jamur resebut.

TING...

Ditekannya salah satu tuts putih bernada dasar C. Suaranya yang ditimbulkan masih sama dengan suara 10 tahun yang lalu. Kemudian,ditekannya lagi beberapa tuts putih dan hitam itu agar membentuk suatu untaian nada yang begitu indah dan harmonis. Menari-narikan seluruh jari jenjangnya diatas tuts-tuts yang sudah cukup usang itu.

Fur Elise. Suatu buah karya sang maestro musik classic dunia,Beethoven. Penghayatan dan pembawaan Beethoven yang begitu menggebu-gebu dalam memainkan lagu ini, seakan merasuki jiwa dan raganya. Perasaan kehilangan dan kepedihan dalam lagu ini membuat matanya terpejam. Meresapi setiap nada yang dihasilkan oleh piano yang dimainkkannya.

Bayangan klise sebuah kenangan menari-nari dibenaknya. Sentuhan-sentuhan halus dari tangan lembut sosok yang ia rindukan kembali terasa menerpa kulitnya. Membuatnya ingin sekali memeluk erat sosok yang ia rintdukan itu saat ini.


BRUUKKK...

"Aaaw..."

"Aduuuhh...,bisa jalan gak sih lo?. Kaya anak kecil tau gak,jalan gini aja nabrak" gerutu seorang gadis sambil mengelus-elus pinggulnya yang terasa nyeri. Sosok tegap yang ada dihadapannya hanya tercenung. Memperhatikan dengan seksama dan teliti setiap lekukan indah yang ada dihadapannya kini. Memanjangan kedua mata indah dengan hasil karya Sang Maha Kuasa dalam jarang sedekat ini. Padahal biasanya ia hanya bisa mengagumi "bidadarinya" ini dari jauh.

"Gak usah lebay bisa kali. Buruan bangun lo" gadis itu mendongakkan kepalanya. Terlihat seorang pria berkulit hitam manis sedang mengulurkan tangannya. Diperhatikannya tangan itu cukup lama. Merasa sedikit kaget karena perlakuan pria ini.

"Gak ngerti bahasa Indonesia ya?. Buruan. Tangan gue pegel kali",kembali tersadar dari khayalannya,gadis itu menerima uluran tangan pria tadi. Seulas senyuman manis pun ia berikan pada pria itu.

"Thanks" ujar sang gadis seraya membersihkan roknya yang sedikit kotor.

"Lo masih mau duduk disitu Yel?" tanya pria itu sarkatis. Orang yang tadi menabrak si gadis tersentak kaget. Pikirannya seakan baru saja kembali dari alam bawah sadar yang menyuruhnya untuk memperhatikan setiap gerak-gerik gadis dihadapannya tadi.

"Eh...hehehehe. Ya nggak lah Yo. Masa iya gue terus-terusan duduk disini. Bau kali" jawabnya sambil berdiri dari posisinya yang memang jatuh terduduk disamping tempat sampah.

"Hmm...sorry ya. Tadi gue gak sengaja. Kenalin gue Gabriel. Panggil aja Iel" lanjutnya dengan tangan yang terulur
dihadapan gadis tadi.

"Gue Ify. Sorry juga gue udah emosi sama lo"

"Santai aja sama gue mah. Lagi pula salah gue juga yang gak hati-hati tadi. Oh iyaa..." Gabriel mengalihkan pandangannya sejenak ke arah Rio. Menarik lengan sang sahabat agar berdiri  tepat disebelahnya.

"Kenalin, ini Rio, sohib kental gue" Ify tersenyum ramah. Memamerkan sebuah lekukan kecil dibibir mungilnya yang mampu memikat siapapun yang melihatnya. Tapi nampaknya tak untuk lelaki yang sedang berjabat tangan dengannya ini.

“Oke. Gue ke kelas duluan. Alvin udah nungguin contekan soalnya. Bye” tanpa menunggu jawaban dari 2 insan yang tengah dihinggapi berbagai macam kupu-kupu nan indah yang bermain-main di taman hati mereka, Rio beranjak pergi.

“Sorry ya Fy. Rio emang begitu orangnya. Udah cuek, juteknya minta ampun. Dan sepengetahuan gue, baru lo cewek yang ditanggapin buat kenalan” Ify mengernyitkan keningnya begitu mendengar penjelasan dari Gabriel.

“Masa sih?. Aneh banget tuh orang. Kok lo betah temenan sama dia?” tanya Ify dengan wajah yang begitu polos. Mungkin hampir mirip dengan wajah seorang anak yang sedang bertanya kepada sang ayah.

“Hahahaha...” Gabriel tertawa renyah, “ Gitu-gitu, dia tuh anaknya asik lho. Apa lagi kalo gilanya kumat. Baaahh,bakalan ngakak sampe guling-guling kali lo Fy”,lanjut Gabriel setelah menyelesaikan tawanya. Ify hanya diam dan kemudian tersenyum kecil kepada Gabriel. Kedua manik mata indahnya menatap lurus kearah pundak Rio yang semakin lama,semakin menjauh. Hatinya sedikit tersenyum,karena penantian lamanya mungkin kan terjawab.

>>>>>>

Ia tersenyum. Senyuman pedih yang menyakitkan itu terpatri jelas diwajah menawannya. Sebuah topeng yang sudah cukup sering ia pakai,disaat ia memang rindu terhadap sosok yang berarti itu.

Jari-jarinya masih asik menari-nari diatas tuts hitam-putih yang bejajar dengan rapi dan mengandung banyak nada itu. Membiarkan jari-jari itu terus menguakkan semua kenangan yang sudah dikuburnya dalam-dalam ini. Menghilangkan rasa gundah dan lara yang ada agar tak menjadi sesak berkelanjutan didalam hatinya.


Kejadian  1 tahun lalu membuat Ify dekat dengan dua prince charming sekolah yang memiliki banyak prestasi dan juga penggemar. Awalnya memang risih berada didekat kedua pria ini karena tak sedikit dari fans mereka selalu membully dan mencap cewek Ify sebagai genit. Tapi tak jarang juga Gabriel dan Rio  turun tangan untuk membela Ify dari para fans mereka.

“Kenapa tampang lo kusut begitu?” tanya Gabriel saat mereka di kantin. Ify yang baru saja datang dengan nafas yang terengah-engah langsung menyeruput jus mangga yang ada di depannya. Entah milik siapa.

“Biasalah. Fans-fans lo berbuat anarkis”

“Serius?. Kok lo gak bilang sms gue atau Rio sih?” Ify tersenyum sembari menggeleng. Kedua tangannya kini sibuk merapikan dandanannya yang sebenarnya tak begitu berantakan. Gabriel yang duduk di depannya hanya diam. Senyuman itu bagaikan hipnotis yang membawanya melayang ke langit ketujuh.

“Ekhm...”Gabriel tersadar. Dialihkannya kedua manik matanya yang sendu dari paras cantik yang ada dihadapannya.

“Lo tuh khawatirnya berlebihan tau gak sih Yel. Orang Ify yang juga gak apa-apa,kenapa lo kaya orang kebakaran jenggot begitu?” ledek Rio yang baru saja selesai membaca komik. Ditariknya sebuah gelas yang tadi menjadi wadah dari minuman pesanannya.

“Jus mangga gue kemana ini?. Baru juga gue minum sedikit,kok udah ludes begini?” Rio menatap kedua sahabatnya itu bergantian. Gabriel yang pertama kali ditatap oleh Rio langsung menggelengkan kepalanya dan kemudian mengarahkan telunjuk nya tepat kearah Ify. Dan otomatis, Rio langsung menatap Ify dengan aura neraka.

“Peace Yo,ampun. Gue tadi haus banget. Ya udah, gue minum deh tuh jus. Gue kira itu punya si Iel. Jangan salahin gue dong, harusnya si iel ngasih tau gue kalo tuh jus emang punya elo” ujar Ify mencoba membela diri. Sekarang pandangan Rio kembali ke Gabriel.

“Hehehe, damai Yo. Gue ganti deh” Gabriel bersiap untuk berdiri dan memesan jus mangga baru untuk Rio. Namun geraknya terhenti begitu Rio bangkit dan berada disampingnya sambil berkata.

“Gak usah deh Yel, kapan-kapan aja lo gantinya. Gue mau ke toilet nih abis itu ke perpus ada urusan sebentar”Setelah itu,Rio menepuk pundak Gabriel pelan dan tersenyum kecil kearah Ify sebelum ia benar-benar pergi meninggalkan kantin.

“Gue masih penasaran deh” Gabriel yang tadinya masih terus menatap pundak Rio yang semakin menjauh, sekarang menatap lurus ke arah Ify yang juga sedang memperhatikan Rio.

“Satu tahun gue temenan sama dia. Tapi gak banyak gue tau tentang dia. Dari gaya dia yang urakan, suka cabut disaat jam pelajaran, kadang nantang guru. Ditambah lagi, dia gak begitu terbuka sama orang, bersikap jutek, dan nada yang otoriter selalu ia pake buat ngomong sama orang-orang disekitar dia” Gabriel diam. Masih menunggu kelanjutan dari untaian kata-kata yang diutarakan oleh gadis mungil dihadapannya. Meperhatikan gerakan bibir mungil milik gadis itu yang selalu membuat dadanya bergetar hebat setiap saat.

“Tapi dia itu tetep bisa jaga prestasi dia mau dibidang akademik dan non-akademik. Fans-fansnya pun semakin bertebaran karena sifat dia yang begitu. Dan juga....” Ify menggantungkan kata-katanya. Menatap Gabriel cukup dalam yang sedang menatapnya dengan penuh tanda tanya.

“Dan juga karena itu, gue semakin penasaran dan suka sama dia” lanjut Ify mantap dengan wajah yang bersemu merah.

>>>>> 

Permainannya terhenti. Entah apa yang menghambat jari-jarinya itu berhenti untuk bermain. Kedua matanya menangkap sebuah cahaya yang dipantulkan oleh sebuah figura yang tergeletak tak berdaya diatas tanah.

Dipungutnya figura itu. Ia tercenung. Nafasnya kembali tercekat melihat gambar kenangan yang manyakitkan. Terdapat seorang gadis cantik yang tersenyum lebar yang diapit oleh dua orang pria tampan yang saling merangkulnya dengan senyuman merekah yang sangat menenangkan. Suatu potret kebahagian yang tercipta disana. Namun atmosfer kebahagian itu tak dapat ia rasakan lagi sekarang ini.

Puzzle-puzzle kenangan yang telah lama terkubur,kini kembali menyatu. Menyatu untuk membentuk suatu penyesalan yang besar atas kesalahan dimasa lalunya. Kesalahan yang berakibat cukup fatal untuk persahabatannya.


“Dia suka sama lo” ujar Gabriel dengan santai. Pandangan matanya begitu kosong. Seperti tak memiliki arti sama sekali.

“Maksud lo?” Rio yang duduk menyender pohon jati tua itu menatap Gabriel heran. Tak mengerti dengan jalan fikiran sang sahabat.

“Lo gak ngerti?”, Rio menggeleng.

“Ify. Dia suka sama lo” lanjut Gabriel sedikit lirih. Ia menengadahkan kepalanya, menatap sendu daun-daun jati yang mulai berguguran. Perasaannya masih syok. Tak menyangka bahwa penantiannya selama 2 tahun,akan berakhir seperti ini. Hanya kata Sia-sia yang timbul dari penantiannya tersebut.

Bagaimana dengan Rio?. Kalau seandainya ia seperti Gabriel yang bisa dengan mudah mengutarakan semua isi hatinya kepada  sang sahabat, mungkin saat ini semuanya akan menganggap kalau ia bukan lah sahabat yang baik. Seorang sahabat yang hanya bisa menari-nari diatas penderitaan sahabatnya sendiri.

Kalian tau bagaimana rasanya jatuh cinta bukan?. Suatu rasa yang memberikan sebuah bahkan berjuta sensasi gila yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Suatu rasa yang membuat kita begitu sulit melakukan berbagai macam kegiatan sehari-hari. Dan suatu rasa yang sulit dipaparkan keindahanya.

Tapi apa kalian tau bagaimana rasanya menyukai seseorang yang sangat dicintai oleh sahabat kita sendiri?. Sesak bukan rasanya?. Melihat sahabat kita yang gencar malakukan aksi pdkt kepada gadis/pria itu untuk menarik perhatiannya. Memasrahkan semua kemungkinan yang akan terjadi kedepan. Dan mementingkan sebuah senyuman tulus yang begitu merekah muncul diwajah kedua insan tersebut, meski sesungguhnya sedikit tak rela melihat senyuman si doi yang diberikan kepada sahabat kita.

Dan perasaan itu kini sedang menjalar cukup kuat didiri Rio secara bersamaan. Yap!. Rio juga  menyukai Ify. Bahkan jauh sebelum Gabriel menyukai Ify terlebih dahulu. So, yang namanya orang jatuh cinta pasti seneng dong cinta nya terbalaskan. Tapi bagaimana dengan perasaan Gabriel?. Seandainya Rio tak berperikemanusiaan, mungkin malam ini juga ia akan menyatakan cintanya kepada gadis manis yang menempati tahta tertinggi hatinya tersebut.

“Lo...lo tau dari mana kalo dia suka sama gue?”tanya Rio tenang. Menyembunyikan nada khawatir bercampur senang dari cara bicaranya.

“Dia sendiri yang bilang ke gue tadi. Pas lo pergi ninggalin kita berdua di kantin, dia cerita banyak tentang perasaannya ke elo. Dan yang bikin gue tambah nyesek, dia suka sama lo semenjak MOS hari kedua. Satu bulan sebelum gue suka sama dia” Gabriel mulai mengeluarkan unek-uneknya dengan begitu menggebu-gebu.

“Gue disitu mikir. Emang kapan lo ketemu sama dia?. Kok dia bisa suka sama lo pas hari kedua kita MOS?. Gue kira dia suka sama lo itu baru-baru ini, semenjak kita deket aja gitu. Gak tau nya......Huft!”Rio kembali diam. Tak berani menatap sang sahabat yang sedang dilanda kegundahan. Perasaannya kini juga gusar. Bingung harus bersikap seperti apa. Tak tau apa yang harus dilakukan sekarang. Mungkin hanya menjadi pendengar yang baiklah yang ia bisa lakukan sekarang ini.

“Penantian gue selama 2 tahun ini sia-sia Yo. Semua perasaan dan kasih yang ada buat dia gak ada artinya sama sekali. Dia lebih milih lo ketimbang gue yang lebih deket sama dia. Arrgghh..., gue bingung” Gabriel terus mengeluarkan semua kegundahan hatinya. Rambutnya yang selalu tampil rapi, bergitu berantakan karena terus diacak-acaknya terus menerus.

Mereka terdiam. Hanya ada suara kicauan burung dan gesekan antar daun karena hembusan angin itu yang terdengar begitu jelas diindra pendengaran mereka. Keduanya tenggelam dalam lamunan masing-masing.Memikirkan jalan keluar terbaik untuk mereka.

“Yo”Rio membuka matanya yang tadi terpejam. Menatap heran kearah sang sahabat.

“Besok, gue mau ke Jerman” sambung Gabriel dengan tenang. Dengan mata yang melebar, Rio membenarkan posisi duduknya yang sebelumnya menyender pada pohon.

“Lo serius?. Mau ngapain kesana?”

“Lomba Piano International. Lo lupa?. Ini kan gara-gara lo juga yang nolak tuh tawaran bulan lalu” jawab Gabriel sedikit jengkel.

“Dan gue mau. Pas gue balik dari sini, lo udah jadian sama Ify Yo” Rio tersentak mendengar kelanjutan kalimat Gabriel. Ia benar-benar tak mengerti dengan jalan fikiran sahabatnya ini. Perasaan bersalah dan tak enak itu pun semakin memenuhi hatinya. Ia juga merasa gagal menjadi seorang sahabat untuk Gabriel saat ini.

“Lo gila Yel!” pekik Rio sedikit membentak.

“Lo kira gue tega, ngebiarin sahabat gue sakit hati saat gue lagi bersenang-senang sama tuh cewe?!. Gak bisa Yel. Yang suka sama dia itu elo, bukan gue. Dan yang pantes jadian sama dia itu elo. Elo lah pangeran yang tepat buat dia. Pangeran yang bisa menjaga dia dan kasih dia perhatian semaksimal mungkin. Bukan gue yang hanya bisa nyuekin dia dan selalu tenggelam dengan keasikan gue akan dunia yang gue punya” Gabriel diam. Mencoba meresapi setiap kata yang terlontar begitu sarkatis dari bibir Rio. Kalimat terpanjang yang Rio, baru kembali ia dengar setelah mereka lulus dari sekolah dasar.

“Tapi Yo, gue gak mau ngeliat muka dia yang sedih. Gue gak kuat liat air mata itu. Gue mau liat dia tersenyum. Senyuman tulus yang menenangkan. Dan itu bisa tercipta kalo lo yang ada disisi dia, bukan gue” Rio sedikit geram mendengar bantahan Gabriel.

“Asal lo tau Yel, gue bener-bener gak ada rasa sedikit pun ke dia. Dan gue mau deket dan berteman sama dia, itu juga terpaksa. Gue Cuma mau bantuin lo pdkt sama dia, bukan gue yang pdkt sama dia. Seandainya gue gak ada niat seperti itu, gue juga GAK AKAN mau deket dan berteman sama dia” Gabriel terenyuh. Jadi selama ini sikap baik Rio itu hanya topeng yang ia kenakan untuk menutupi rencananya?. Mengapa sepicik itu?.

“Pokoknya gue harus bilang ke Ify. Kalo dia harus mau jadi cewek lo. Gue akan bujuk dia sampai dia mau. Kapan lo balik dari Jerman?”

“2 minggu setelah besok”

“Oke. Waktunya cukup lama. Gue janji, sepulang lo dari sana, Ify akan jadi milik lo” teguh Rio dengan hati yang cukup miris. Miris karena harus merelakan perasaannya kepada gadis tersebut demi sang sahabat.

>>>>> 

Siluet-siluet itu berputar dengan begitu jelas dan cepat didalam benaknya. Memaksanya untuk terus terbawa dalam arus kenangan yang mengiris hatinya. Memakasanya untuk mengingat dan mengenang semua hal tentang serentetan kejadian tersebut. Termasuk kesalah dan penyesalan yang timbul dalam kenangan itu.

Seandainya waktu bisa kembali diputar, ingin rasanya ia kembali kedalam kenangan manis namun menyakitkan itu. Merubah takdir si benang merah yang terbentang panjang dalam kisah itu.


Seminggu sudah berlalu dari kepergian Gabriel ke Jerman. Keadaan yang semula Rio kira akan baik-baik saja ternyata melenceng. Semenjak hari dimana Ify bercerita pada Gabriel tentang perasaannya pada Rio dan perseteruan hebat Rio dan Gabriel di taman belakang sekolah, gadis itu seakan menjauh dari Rio. Selalu menghindar setiap kali Rio mendekatinya.

Rio bingung. Ada apa dengan gadis itu?. Mengapa sikapnya berubah derastis pada Rio?. Begitu cuek dan acuh tak acuh. Masa iya dia malu dekat-dekat dengan Rio tanpa Gabriel disisinya?. Rio terus berfikir apa yang menyebabkan perubahan sikap Ify. Menyusun semua rentetakn kejadian sebelum Ify mulai menjauh darinya.

DEG!. Ia tersadar. Jantungnya berpacu dengan cepat begitu pikiran itu terbesit dibenaknya. Sebuah pemikiran bahwa gadis mungil itu tau akan rencana Rio. Bisa saja Ify tak sengaja mendengar pembicaraan Rio dan Gabriel waktu itu. Tapi apa mungkin?. Seandainya iya, sebuah kesalahan besar kembali muncul dalam masalah ini.

Dengan berbagai pertanyaan yang berputar diotaknya, Rio berjalan menyusuri koridor menuju kelas Ify. Biasanya masih pagi begini, gadis cantik itu masih membaca buku kesukaannya didalam kelas.

“Ra, Ify mana?” tanya Rio pada Zahra, teman sekelas Ify, begitu sampai didepan kelas.

“Baru aja keluar Yo. Katanya sih mau ke taman belakang. Cari aja disana” jawab Zahra tanpa menghentikan aktivitasnya, menyapu kelas.

“Oh, ya udah deh. Gue kesana dulu ya. Thanks”

Rio bergegas setengah berlari menuju taman belakang yang belum terjamah oleh banyak orang karena masih pagi. Dalam hati berharap kalau saja gadis itu ingin menemuinya. Dan tak melarikan diri seperti sebelum-sebelumnya.

“Fy...” panggil Rio begitu mendapati gadis manis itu duduk dibawah pohon sambil membaca sebuah buku tebal. Cinta di dalam gelas. Begitulah tulisan yang tertera dicover buku tersebut. Salah satu buku karya Andrea Hirata yang cukup terkenal itu.

Ify mendongakkan kepalanya. Menatap sinis –baginya- seorang pangeran yang tengah berdiri tengap dihadapannya.

“Mau apa lo kesini?” Rio mendengus kecil. Nada sinis dan bossy itu begitu jelas dari 4 kata yang baru saja dilontar oleh Ify. Gadis itu sudah kembali tenggelam kedalam dunia khayalnya bersama novel tebal ditangannya. Perbuatan apa yang telah Rio lakukan sampai gadis ini menjadi begitu acuh tak acuh seperti ini?.

“Lo marah sama gue?”

“Marah?. Enggak tuh” jawab Ify tanpa mengalihkan padangannya dari novel.

“Ck!” Rio yang merasa jengkel dengan sikap Ify sekarang, menarik paksa novel yang sedang dibaca oleh gadis manis tersebut.

“Sopan dikit bisa kali. Gue tuh lagi ngomong sama lo. Bukan sama pohon” tegasnya dengan tatapan mata yang begitu geram. Ify tak mau kalah. Ia membalas tatapan mata itu tak kalah sinis. Ia pun bangkit dari duduknya dan berdiri tepat didepan Rio, seperti menantang.

“Mau lo apa sih?. Kalo gak ada hal penting mendingan lo pergi deh sekarang”

“Gue salah apa sih sama  lo sampe-sampe setiap kali ketemu gue, lo selalu ngihindar dan ngejauh?. Kalo gue emang punya kesalahan bilang ke gue. Jangan ngejauh gini Fy”mereka terdiam. Hanya ada hembusan angin dan desahan nafas yang memburu dari Rio. Ify hanya menunduk. Menggelamkan kepalanya dalam-dalam sambil menggigit bibir bawahnya.

“Lo jahat!” tegas Ify setelah beberapa lama terdiam. Anak sungai yang terbentuk dengan sempurna mengalir cukup deras dikedua pipinya. Tangisan yang ditahannya sejak tadi akhir meluruh diikuti oleh perasaan sesak dihatinya.

“Gue gak nyangka kalo lo mau temenan sama gue karena hal itu Yo”

Rio tersentak. Apa maksud dari Ify?. Atas dasar apa ia mengatakan hal tersebut?. Atau jangan-jangan Ify mengetahui semuanya?.

“Lo deket sama gue Cuma untuk bantuin Iel biar deket sama gue. Biar gue bisa suka sama dia. Dan biar gue bisa jadi ceweknya dia. Gue gak bisa bayangin kalo seandainya Iel gak suka sama gue, pasti lo gak pernah mau kenal dan berteman sama gue. Iya kan?. Gue udah tau Yo”  Rio masih diam. Ia mencoba memposisikan dirinya sebagai pendengar yang baik untuk saat ini.

“Jangankan untuk berteman dan kenal sama gue. Untuk ngelirik gue aja, lo pasti gak akan mau sama sekali. Iya kan?. Gue kecewa sama elo Yo. Gue benci sama lo. Ternyata gue bener-bener salah sayang sama orang yang gak punya perasaan macam elo”

DEG!. Ify terkejut. Ia merasakan sebuah kehangatan yang menyelimuti dirinya. Kehangatan yang perlahan mulai merdakan tangisnya. Aroma musk yang menjadi ciri khas dari Rio kini benar-benar telah memenuhi seluruh rongga dada Ify. Tangan kokoh Rio melingkar cukup erat dibahu gadis itu. Suatu perbuatan yang tak Ify duga sama sekali akan terjadi.

“Maaf. Yang gue bilang saat itu Cuma suatu kebohongan. Gue gak mau membuat Iel semakin down setelah dia tau kalo lo suka sama gue. Dia udah bener-bener kecewa dan terpuruk. Gue gak mau bikin kondisi dia semakin parah kalo gue menceritakan apa yang gue rasain Fy” lirih Rio tepat dielinga Ify yang masih terdiam dalam isakannya.

“Gu...gue...gue itu udah suka sama lo jauh sebelum Iel suka sama lo” aku Rio akhirnya. Tangis Ify semakin menjadi. Kini kedua tangannya mulai membalas pelukan hangat dari Rio. Menumpahkan semua luapan emosinya kepada pemilik tahta tertinggi hatinya.

“Maafin gue harus bohong sama lo. Tapi semua ini gue lakuin murni demi Iel. Gue sayang sama dia seperti gue sayang ke kakak gue sendiri. Dia terlalu baik untuk disakitin Fy”lanjut Rio sambil mengelus lembut rambut panjang Ify. Mencoba menenangkan keadaan gadisnya yang sedang berada dititik menyedihkannya.

“Tapi kenapa kamu harus bohong Yo?. Aku yakin kalo kamu jujur Iel pasti ngerti. Udah gitu, kemarin kan dia juga minta kamu buat balas semua perasaan aku. Kenapa kamu gak turutin kemauan dia tapi malah maksa biar aku jadi pacar dia?”tanya Ify begitu Rio melepaskan pelukannya. Terlihat Rio yang tersenyum begitu manis dan bersahabat. Sebuah senyuman yang membuat Ify begitu tenang dan nyaman berada disisi pria ini.

“Kan tadi aku udah bilang. Dia terlalu baik untuk disakiti Fy. Kamu tau sendiri kalau mama sama papa nya Iel itu udah lama gak ada. Satu-satunya keluarga yang dia punya itu Cuma keluargaku sama tantenya, gak ada lagi. Ehmm, mungkin sekarang ditambah kamu”

Rio menggenggam lembut kedua tangan Ify. Memaksa gadis itu untuk menatap kedua matanya yang dianggap oleh kebanyakan orang adalah mata yang menyejukkan.

“Bantu aku buat bikin Iel bahagia ya. Aku mau selalu liat dia tersenyum dan bahagia seperti kemarin-kemarin. Karena bagi dia, Cuma kamu saat ini yang menjadi penyemangat hidup dia.”

“Tapiiii...”

“Ssstt, aku janji. Aku akan terus jaga perasaan ini buat kamu. Perasaan cinta aku yang hanya untuk kamu. Karena Mario akan selalu sayang Alyssa” Ify tersenyum senang. Tak menyangka akan merasakan kebahagian seperti ini. Suatu kebahagian, yang awalya ia kira tak akan pernah terjadi.

Perlahan, Rio mendekatkan wajahnya ke wajah manis dihadapannya. Mengumci mata gadis itu dengan mata elangnya. Ify pun ikut terhanyut kedalam suasana. Perlahan ia menutup kedua matanya seirama dengan deru nafas Rio yang kian mendekat.

BRUUUUKKK...

Ify sedikit tersentak. Cukup kaget mendengar suara seseorang yang jatuh. Kini ia pun tak merasakan kehangatan tangannya yang tadi digenggam erat oleh Rio.

“RIO!” pekiknya saat kedua matanya terbuka.

>>>>> 

Ia kembali duduk diatas kursi dimana piano putih berada. Menatapnya sebentar dan kemudian kembali memainkannya lagi. Kali ini untaian nada yang lebih melow terdengar begitu syahdu dibandingkan dengan lagu sebelumnya.

Rindukan Dirimu. Sebuah lagu yang diciptakan oleh sang sahabat. Sewaktu itu, ia sempat mendengar sahabatnya itu memainkan untaian nada dari intro lagu tersebut diruang musik sekolah. Untaian nada yang begitu indah dan menenangkan.

Semoga...dirimu disana kan baik-baik saja

Untuk selamanya...
Disini, aku kan selalu
Rindukan dirimu...
Wahai sahabat ku....

Ia bersenandung kecil mengikuti iringan piano yang masih asyik dimaininya. Memejamkan kedua matanya sambil menghela nafas cukup panjang untuk memenuhi paru-parunya yang mendadak kekurangan oksigen. Airmata dipelupuk matanya sudah siap terjun kapanpun, ia tahan sekuat tenaga. Karena baginya, tangisan itu hanya akan membuat sahabatnya menangis melihat kondisinya saat ini.


Berbagai selang, tabung oksigen, dan berbagai kabel berwarna-warni kini menempel di tubuh Rio. Wajah rupawan yang biasanya tersenyum ramah pada Ify, saat ini nampak begitu pucat dan lesu. Sudah hampir 1 minggu Rio tak sadarakan diri setelah melakukan operasi.

Kanker Hati stadium akhir. Penyakit mengerikan itu sudah hinggap didalam tubuhnya selama 3 tahun kebelakang ini. Tak ada satupun temannya yang mengetahui bahwa penyakit biadap itu bersarang dan menyerang tubuh Rio tanpa ampun. Hanya orang tua dan pembantunya lah yang mengetahui hal ini.

Selama 2 minggu Rio dirawat dirumah sakit pasca pingsannya secara mendadak di taman belakang sekolah, Ify selalu setia menanti pangerannya ini bangun dari “tidur panjang” nya. Dan selama itu pula Gabriel belum menjenguk Rio sama sekali. Padahal, jika menurut jadwal, seminggu yang lalu tepat dihari dimana Rio melaksanakan operasi, Gabriel sudah ada di Jakarta. Namun sekarang?. Jangankan secara utuh dirinya ada disamping Rio, kabar tentang pun tak ada yang mengetahuinya.

Ify yang biasanya tampil fresh dan segar, nampak begitu lusuh dan berantakan. Pada kedua matanya yang indah nampak seburat hitam dibawah kantungnya yang membengkak. Airmatanya sepertinya sudah banyak terkuras hingga tak dapat keluar lagi saat ini. Tangan kanannya pun tak pernah lepas dari tangan kiri Rio yang masih terpejam. Didalam hatinya ia selalu berdoa kepada Yang Maha Kuasa, untuk selalu menjaga pangerannya ini dan juga Gabriel, sahabat terbaiknya.

>>>>> 

Permainannya terhenti. Matanya menatap kosong kearah tuts-tuts hitam putih dihadapannya. Ia bukan tak ingin melanjutkan permainannya. Namun lagu itu memang belum sempurna. Lagu itu belum sampai pada tahap akhir pembuatannya. Bahkan, saat ia menemukan kertas bertuliskan kord dari lagu ini, tak ada satu pun lirik yang tertulis dalam kertas tersebut.

Tangan kanannya merogoh sebuah kertas yang sudah cukup usang. Namun begitu, kertas itu memiliki sejuta makna dalam hidupnya kini.

CLEKK...

Suara decitan pintu itu sedikit membuatnya tersentak. Ia memutar kepalanya kearah pintu yang berada tepat dibelakangnya.

“Gabriel...kamu dimana sayang?” suaru seorang wanita begitu jelas terdengar ditelinganya. Ia tersenyum kecil melihat wanita yang dicintainya datang dan masuk kedalam ruangan tersebut.

“Aku disini ma. Aku lagi liatin papa yang lagi mainini piano” jawab Gabriel, seorang anak yang baru saja berusia 5 tahun.

“Eh, tau darimana kamu kalo papa lagi main piano?”

“Tadi pas aku nonton tv, aku denger suara ting ting ting yang bagus banget. Ya udah aku cari-cari aja. Terus aku yakin aja kalo suaranya dari sini. Eh ternyata papa lagi main piano” wanita itu tersenyum. Menatap sang anak dan suaminya bergantian.

“Kok kamu tumben main piano Yo?. Kenapa?” tanyanya.

“Gak apa-apa. Cuma kangen aja sama piano ini. Dulu waktu aku kecil, aku sering mainin piano ini sama Iel. Aku juga kangen sama masa-masa itu Fy” wanita itu kembali tersenyum. Dirangkulnya sang suami yang masih terduduk dikursi. Mengelus pelan pundak pria itu yang begitu bidang. Gabriel ikut mendekati sang ayah, mendudukan dirinya tepat dipangkuan sang ayah dan mulai menekan-nekan tuts piano dihadapannya sembarang.

“Semuanya pasti kangen sama Iel. Aku juga kangen sama dia. Semenjak dia pergi, gak ada lagi Iel yang selalu ngasih semangat dan bikin aku ketawa lepas. Gak ada lagi Iel yang menjadi sosok kakak yang begitu baik buat aku”

“Aku ngerasa gagal jadi sahabatnya Fy. Aku gak bisa tepatin janji aku kedia sampai akhir hidupnya. Aku bener-bener gak pantes buat jadi sahabatnya dia. Harusnya yang saat ini masih ada didunia ini bukan aku, tapi dia”

“Sssttt...” Ify meletakkan telunjuknya tepat dibibir Rio. Menyuruh lelaki ini untuk diam dan tak melanjutkan kalimatnya itu.

“Iel udah tenang dan senang disana. Jangan bikin dia sedih dan kecewa karena kamu kesannya gak mau terima sumbangan hati dari dia. Kamu inget pesan terakhir dia di surat?. Jangan pernah ungkit-ungkit masalah perasaan dia ke aku. Yang harus menjadi orientasi kita kedepan itu bukan untuk memikirkan kesalahan atau penyesalah dalam masa lalu kita. Tapi bagimana cara kita belajar dari kesalahan itu. Dan terakhir, ada Gabriel lain yang harus kita kasih perhatian ekstra sekarang” lanjut Ify disertai senyuman manis. Sekali lagi Rio melirik selembar kertas yang berisikan surat tersebut.

For Mario my best friend and Alyssa my princess

Long time no see guys. Gue kangen sama kalian. Gimana keadaan kalian sekarang?. Sehat dan bahagia kan pastinya.

Yo, Gue minta maaf atas semua sikap gue yang gak bisa ngertiin lo sebagai sahabat. Gue sampe gak tau gimana perasaan lo seseungguhnya kepada Ify selama ini. Bodoh ya gue? Hehehehe :D

Gue juga mau ngucapin terima kasih sama lo. Walaupun gue belum bisa menggapai bintang gue sampai akhir hidup gue, tapi gue seneng. Berkat lo, gue bisa deket sama Ify. Gue bisa ngobrol dan benar-benar kenal sama sosok Ify yang gue kagumi sejak lama. Ya walaupun sebenarnya dia lebih suka sama lo dari pada gue yang jelas lebih ganteng dari pada elo.

Rio my big bro, Gue harap lo gak akan pernah ungkit masalah kita terdahulu. Gue juga gak mau menghancurkan kebahagian lo sama Ify kedepannya. Gue mau dari atas sini ngeliat lo berdua tersenyum bahagia, bukan sedih dan terus menangisi kepergian gue. Jaga hati gue ya, siapa tau hati gue bisa bantu lo buat tambah sayang gitu sama si Princess Alyssa :3 hahahahaha :D

Dan buat Ify, si Mrs. Mario dan mantan Princess hati gue (?). Jaga Rio ya, buat dia menjadi Mario yang ramah dan baik kepada siapa pun. Kalo misalnya dia bandel, jewer aja kupingnya. Kalo masih gak mempan putusin aja biar tau rasa tuh anak.

Jangan pernah sedih lagi ya Fy, gue gak mau ngeliat airmata lo jatuh terus-terusan kaya waktu Rio koma. Hati gue perih Fy liatnya. Inget ya, jangan sampe bikin pengorbanan gue ini sia-sia. Cukup perjuangan dan penantian gue aja yang lo sia-siain Fy ._.V

Oh iya satu lagi, gue lupa kasih tau ke lo berdua. Gue tuh sebenernya waktu itu mau kasih kejutan ke lo berdua sambil mamerin piala gue sebagai pemain piano terbaik kategori Asia. Tapi sayang, lo nya keburu ambruk terus masuk ICU Yo. Jadilah gue Cuma bisa merhatiin lo berdua dari jauh.

Oke deh, sepertinya gue udah terlalu banyak bercuap-cuap disini. Inget sama kata-kata gue tadi ya. Pokoknya kalo lo berdua udah baca surat ini, berarti lo berdua udah janji. Dan inget, janji itu utang loh :D

With Love

Gabriel Stevent

Rio kembali tersenyum setelah membaca surat tersebut. Tangan kanannya tak henti mengelus-elus puncak kepala anak lelaki semata wayangnya yang masih terus memainkan Piano secara asal. Didalam hati ia berjanji,tak akan mengungkit-ungkit penyesalan masa lalunya. Yang saat ini harus ia lakukan adalah, selalu mendoakan Gabriel sahabat terbaiknya agar bisa tenang dan dilindungi oleh Sang Maha Pencipta.

“Makasih atas semua pengorbanan lo.  You are my best friend, yesterday, today, and forever”

***
Finish :D

Senin, 05 Desember 2011

Sang Pemimpi -Short Story (copas)-


Sang Pemimpi -Short Story-

Apakah kamu tau orang yang benar benar sayang kepadamu ? bukan orang yang sekedar tau apa yang kamu suka dan apa yang kamu benci, tapi orang yang mengerti apa yang terbaik untukmu.

Bukan mereka yang sengaja memberi perhatian padamu. Tapi mereka yang selalu mengerti keadaanmu.bukan mereka yang ingin memilikimu, tapi mereka yang rela kehilanganmu demi kebahagiaanmu..

Bukan mereka yang berani menyentuhmu, tapi mereka yang merasa dirimu terlalu suci untuk disentuh. Bukan mereka yang menyukai kelebihan yang ada padamu..


Tapi..

Mereka yang menerima dirimu apa adanya..

(sms berantai)

>>>>><<<<<< 

“Oh jadi itu alesan lo pacaran sama gue ? biar lo lebih gampang jadi penyanyi ? eh asal lo tau ya, mau lo pacaran sama gue seabad pun, impian lo ngga akan pernah terwujud !!” amarah pemuda tersebut meledak. Memarahi kekasihnya via telpon.

“Lo mau jelasin apa lagi ? gue udah tau semuanya. Sahabat lo sendiri yang bilang ke gue. udah lah De gausah boong lagi sama gue. mulai sekarang kita putus !” Tuuuutttt…

“ARRRGGHHH !! Brengsek semua !!” pemuda tersebut menggeram, kemudian memukulkan telapak tangannya ke stir. Berharap dengan begitu, rasa emosinya sedikit tersalur. Namun tidak, hatinya masih 100% dipenuhi dengan hawa setan itu.

Jelas saja pemuda itu marah. Bagaimana tidak ? 2 tahun menjalin hubungan dengan gadis yang (cukup) disayanginya. Eh mau tau mau harus menelan kekecewaan kala sahabat dari gadis itu tak sengaja bicara ‘tujuan’ gadisnya memacari pemuda tersebut.

“Harusnya gue tau sejak awal. Argh !! jangan jangan semua cewe yang pacaran sama gue punya tujuan sama. Semua gara gara bokap !!” pemuda tersebut terus saja mengomel sendiri sambil menarik pedal gas dalam dalam. Mungkin dengan kebut kebutan, suasana hatinya lebih baik, menurutnya.

Tapi bagaimanapun emosinya Ia, tetap saja pemuda itu harus menjalani kewajiban memberhentikan kendaraannya kala tiang bermata 3 didepan menunjukkan cahaya merah menyala.

Sekali lagi, pemuda tampan itu kembali merutuk. Kali ini merutuki lalu lintas Jakarta yang masih saja sempat sempatnya menyalakan lampu merah saat Ia tengah galau.

“Damn ! lama banget sih lampu merahnya !”

1..2..3..dan..umm..entah berapa banyak pemuda itu menghela nafas panjang. Simbol jangkung bermata itu tak juga mata hijaunya. Sudah berapa lama ini..saking lamanya si empunya mobil sampai tenggelam dalam lamunannya.

Asik sekali Ia melamun. Sampai tak menyadari sudah berapa kali seseorang diluar sana mengetuk kaca mobilnya. Pada ketukan terakhir-yang tampaknya diketuk dengan kekuatan super-lelaki tersebut mengangkat wajahnya, menoleh ke jendela. Pelaku pengetuk-yang merupakan seorang gadis-mengisyaratkan kepada sang pemuda untuk membuka kaca jendela. Ogah ogahan, si lelaki pun menurut.

“Apa ?” tanyanya ketus.

Bukan menjawab, gadis itu malah menengadahkan telapak tangannya. Si pemuda pun keheranan. “Apa-apaan nih ? pengemis ya lo ?”

TOK..

“Aww !” pekik si pemuda kesakitan begitu dijitak sang gadis.

“Eh kenapa sih lo ? sakit tau. Emang beneran kan pengemis ?!”

“Sekali lagi lo bilang gue pengemis, gue getok pake gitar nih ?!” ancam sang gadis sembari menunjukkan gitar kuno yang Ia tentang sedari tadi. Melihat barang yang baru saja ditunjukkan gadis itu, sang pemuda paham siapa sebenarnya orang didepannya.

“Oh ngamen toh ? dimana mana kalo mau ngamen tuh nyanyi dulu baru minta duit. Ini malah minta duit dulu. nyanyi woi ! pemales !” pemuda itu mengkritik dengan cuek dan tak peduli.

“Ih sayang banget sih lo ganteng ganteng budeg. Dari mana aja helo ? gue itu sejak tadi nyanyi. Cuma lo aja yang kelewat budeg sampe ga denger suara merdu gue. oh jangan jangan lo tuna rungu lagi ? gue cek ya. AAAA..nah gue ngomong huruf apa barusan ?” cerocos sang gadis. Membuat pemuda dihadapannya sewot setengah mati.

“Cewe freak. Terserah deh mau nyangka gue tuna rungu ato apa. Peduli apa sih gue ?!” Perlahan, mobil Honda CR-V hitam itu melaju. Lampu hijau ternyata.

“WOI jangan kabuuuurrrr !! mana upahnya ??!!!” teriak sang gadis. Seperempat detik setelah teriakan, sebuah tangan terjulur dari balik kaca jendela mobil, tangan yang jemarinya mengapit selembar uang berwarna merah jambu. Detik berikutnya, jemari tersebut melepas genggamannya terhadap uang kertas itu. akibatnya, kertas yang paling berharga di dunia itu melayang. Dan kebetulan berhenti didepan kaki sang  gadis.

“Sombong banget sih tuh cowo. Blagiu. Awas ya kalo gue ketemu lagi. ih ngga akan gue kasih ampun” umpat si gadis seraya berjalan. Meninggalkan uang itu begitu saja. Biarlah pengamen ato pengguna jalan lain yang memungut kertas merah jambu tersebut.

>>>><<<<< 


“Rio..kemana aja kamu ? papah kan sudah bilang, dalam minggu ini kamu harus ke studio ! karna papah pengen menunjukkan kualitas vokal kamu ke staff papah. Supaya papah bisa menunjukkan ke mereka kalo kamu pantas diorbitkan sebagai penyanyi !” ceramah seorang pria setengah baya begitu si pemuda menapakkan kaki di rumah.

“Pah, udah berapa kali sih aku bilang..kalo aku ngga mau jadi penyanyi. Aku Cuma punya 1 cita cita. Jadi pelukis. Jadi seniman. Dan bukan penyanyi” sanggah Rio, si pemuda.

“Pelukis ? apa yang kamu harapkan dari pekerjaan yang tak menghasilkan itu ? masa depan kamu akan suram jika kamu menjadi pelukis !”

“Hah ohya ? kata siapa Pah ? lagipula aku ngga mengharapkan sukses atau kaya seperti papah. Aku menjadi pelukis karna kecintaanku sama dunia itu. aku jadi pelukis, untuk diriku sendiri. bukan untuk orang lain. Dan bukan untuk papah !”

“RIOO !”

“Daripada papah maksa Rio buat nurutin kemauan papah, kayanya mendingan papah ngeluangin waktu buat mamah. Kasian pah mamah. Mamah butuh papah”

“Diam kamu! gausah ngajarin papah. Anak baru kemaren sore, yang harus kamu lakukan saat ini bukan menggurui orang tua, tapi patuhi impian orang tua. Impian papah !”

“Maaf pah, tapi setauku, yang namanya orang tua itu hanya mengharapkan. Dan bukan memaksa” tegas Rio. detik berikutnya, pemuda tersebut melangkahkan kaki ke sudut ruangan lain dalam rumah besar itu. meninggalkan pria berpredikat ‘ayah’ dalam keluarganya.

BRAAKKK !!
Suara gebrakan pintu itu terdengar sangat jelas di tengah kesunyian rumah tersebut. Menggaung dan menyebar cepat. Setiap yang mendengar suara itu pasti langsung tau bahwa si pembanting pintu tengah diselimuti amarah.

Rio, melangkah gontai. Duduk di pinggiran ranjangnya. Mencoba menetralisir pikirannya dari segala sifat negatif seperti amarah. Pemuda tersebut menghela nafas. Setelah cukup merenung, Rio bangkit dan mengambil beberapa potong pakaian yang Ia selipkan kedalam tas. Bukan hanya itu, seluruh peralatan lukisnya pun Ia sertakan. Pemuda tersebut melangkah meninggalkan kamarnya setelah dirasa cukup berbenah.

Laju kaki Rio terhenti. Pada sebuah titik. Yakni didepan kamar ibundanya. Pada kamar yang kebetulan pintunya setengah terbuka, Rio mencuri pandang. Hatinya berdesir. Sungguh, jika bukan karna seseorang yang ada didalam kamar tersebut, pastilah Rio sudah lama minggat dari rumah neraka itu. kabur dari segala paksaan ayahnya. Tapi yah..pada kenyataannya Rio tak sekejam itu. menelantarkan wanita setengah baya yang sejak kecil dipanggilnya mama.

TOK..TOK..

“Ma..” panggil Rio pelan. Wanita yang tengah duduk membelakangi Rio itu tak bergeming. Tetap pada posisinya. Nampaknya memang sapaan Rio terlalu lirih. Lelaki hitam manis itu memutuskan untuk menghampiri mamanya.

“Ma..ini Mario” sapa Rio sembari mengusap lembut pundak sang bunda. Bundanya menoleh, menatap Rio sayu. Membuat Rio semakin miris.

“Sayang..ada apa antara kamu sama papah ? tadi mama denger keributan kalian. mama mohon nak, jangan bantah perintah papa kamu lagi ya. kamu harus percaya semua yang Ia lakukan adalah untuk kebaikan kamu” ujar sang mama. Rio menunduk. Kemudian mengangkat wajahnya kembali.

“Rio..Rio ngga ada apa apa sama papah kok mah. Mama tenang aja” Rio tersenyum tulus. Tepatnya mencoba tersenyum tulus. Agar bisa menjamin keadaannya baik baik saja didepan mamanya. Walau kenyataannya tak begitu. Mamanya ikut tersenyum. Pandangan sayu wanita itu beralih ke tas yang tengah menempel di punggung anak semata wayangnya. Seketika itu pula senyumnya pudar.

“Kamu mau kemana ?”

Senyum Rio pupus. Harus jawab apa dia ? “Umm..Rio mau liburan bentar ya mah. Rio pengen nyari sesuatu yang belum pernah Rio dapetin selama ini”

“Iya tapi kamu mau kemana ?”

Pemuda itu mengedikkan bahunya. “Rio pergi ngga lama kok. Secepatnya, Rio pulang untuk mamah. Rio ngga akan biarin mamah sendirian dibawah tekanan papah. Percaya ma, mama ngga akan nyesel punya anak kaya Rio”

Mario memeluk erat dan mencium kening bundanya.

“Rio Cuma sebentar mah. Selama Rio pergi, mama jaga diri ya. jangan lupa makan, tidur yang cukup biar mama ngga stress. Rio sayang mama”

Dan..kepergian Rio diiringi oleh tatapan sayu oleh sang mama.

>>>><<<<< 

Disinilah. Dipinggir jalan kota yang jauh dari lalu lalang kendaraan. Seorang pemuda dengan mobilnya terdiam sendiri. pemilik mobil menidurkan dirinya diatas kap mobil, menatap langit. Matanya terpejam. Butuh ketelitian untuk mengetahui adanya bulir bulir bening yang keluar dari ekor mata Rio. airmata yang nampak silau diterpa lampu kota.

Ya, pemuda itu tengah terpuruk. Merasa dirinya berada dititik terbawah. Di roda hidupnya yang terendah. Tak ada secuil pun kebahagiaan yang Ia rasakan pada posisinya saat ini. apa ? memiliki ayah yang notabene produser salah satu perusahaan rekaman. Dengan pendapatan diatas rata rata. Menempatkan dirinya dalam golongan ‘priyayi’. Tapi tidak, karna kebahagiaannya bukan terletak pada materi. Bukan..Rio tak peduli apabila Ia tak memiliki segala fasilitas mewah dari hasil kerja ayahnya. Rio bahkan PERNAH mengharapkan lebih baik dapur rekaman itu ludes terbakar atau bangkrut. Jika itu adalah jalan satu satunya untuk mengembalikan kebahagiaan keluarganya, Rio rela Tuhan memberlakukan hal terburuk pada perusahaan yang sesungguhnya milik sang kakek tersebut.

Hmm..jam berapa sekarang ? sudah lebih dari 2 jam Ia meratapi nasib layaknya anak tiri yang tengah mengadu pada bintang bintang di langit. Akhirnya pemuda itu memutuskan untuk bangkit. Bangkit dan kembali ke rumah. Satu nama dan satu wajah yang membujuknya pulang. Ya, siapa lagi kalo bukan mamanya.

“Konyol banget sih gue pake minggat dari rumah segala. Kaya cewe aja. Haha” gumamnya pada dirinya sendiri. perlahan, mobilnya melaju pelan. Pelan. Perlahan kencang. Seperti itulah kebiasaan Rio jika badmood.

Kuranglebih seperempat jam kendaraannya melesat kencang dan bebas, pada 30 detik terakhir, mobil yang dikemudikan Rio melambat. Melambat. Dan…berhenti sama sekali pada detik terakhir. Rio mengumpat dan berusaha menstater kendaraannya. Namun hasilnya nihil. Oh bodohnya..spedometer bensin menunjukkan panah berada di simbol POM bensin. Yang artinya..kehabisan bensin.

Oh tidak. sungguh apes mungkin. sudah kehabisan bensin, sekarang berada di tempat antahbrantah yang sepi dan jarang dilalui kendaraan. Dimana ada POM bensin ? masa iya Rio harus menginap semalaman, menunggu pagi dan menunggu orang yang berbaik hati untuk membantunya mendorong mobil ?

Ck, Rio menyesal. Andai saja Ia bisa lebih jeli melihat spedometer itu. andai saja Ia tak teledor membuang buang bensin dengan ngebut. Pasti tak begini jadinya. Rio teringat akan ponsel. Dirabanya saku celana. Tak ada. Saku jaket. Tetap tak ada. Didalam jok mobil, dashboard, tak ada. Ah sial, nampaknya ponsel Rio tertinggal di kasur kamarnya. Lalu bagaimana nasibnya sekarang ?

Pemuda itu melirik arlojinya. “Jam setengah 1. Mana ada orang jalan sendiri ? kalopun ada pasti orang stress. Aduh gimana nih nasib gue ? sial banget gue”

Tak..tak..tak..
Terdengar suara derap langkah. Karna sunyi, cepat cepat Rio menoleh kearah sumber bunyi. Rupa rupanya itu suara langkah seseorang yang berjalan mendekatinya. Eh maksudnya mendekati posisi tempat Ia berpijak. Bulu kuduk Rio sempat meremang ketika seseorang itu ialah gadis yang berjalan menunduk dengan rambut digerai menutupi wajahnya. Bisa saja kan Ia tante sundelbolong yang berkeliaran di tengah malam untuk mengganggu orang orang bernasib ‘untung’ seperti Rio ? Ah mikir apa Rio..tak usah berpikir negatif disaat genting. Lihat saja kaki gadis itu. sudah jelas menapaki tanah. Jadi Ia bukan hantu. Lagipula mana ada hantu yang memakai sendal jepit ?

Setelah meyakini 100% bahwa gadis itu bukan tante sundelbolong atau mbak kunti, Rio beranikan diri untuk memohon pertolongan gadis tersebut.

“Ehem..permisi mbak” yang disapa tetap berjalan. Rio cengo dibuatnya. “Ebuseettt..dia pikir gue hantu kali ya. pake ngacangin segala. Gue panggil sekali lagi deh. Ehem…MBAK !!”

Dasarnya Rio kurang beruntung. Gadis itu tetap saja berjalan. Dibuat geram sendiri, Rio berinisiatif melempari sesuatu kearah gadis itu agar berhenti. Yeah untung ada kaleng minuman yang teronggok menyedihkan didekat kaki Rio. segera pemuda itu pungut dan mengambil ancang ancang untuk melempari mangsanya.

1…2…3…PLUK..

“Aww..!!” pekik gadis itu kesakitan. Lalu menoleh ke belakang secepat kilat. Menatap geram kearah Rio.

“Woi lo yang ngelemparin gue ? kurang kerjaan banget sih lo. Nih rasain !!” gadis tersebut ternyata lebih sangar daripada bang napi yang biasa nongol di acara *bipbipsensor* . buktinya dalam waktu setengah menit, gadis tersebut memungut kembali kaleng dan berlari menghampiri Rio. berniat membalas. Namun langkahnya berhenti seketika begitu ada pada jarak sekitar..setengah meter dari posisi berdiri Rio.

“Lo lagi ?!”

Rio sendiri heran. Apa Ia pernah bertemu dengan gadis ‘napi’ itu sebelumnya ?
“Hah ?”

“Lo itu cowo ter-songong,sombong, sok,pamer,nyebelin,rese,budeg yang pernah gue temuin” cerocos sang gadis.

“Eh eh jaga tuh mulut. Maksudnya apanih ? pernah ya kita ketemu sebelumnya ?”

“Oh rupanya selain songong, sombong, sok, pamer, nyebelin, rese, budeg, lo masih punya 1 penyakit. Yaitu pikun ? ya ampun kasian banget sih lo. Ckckck”

“Woi gue nanya bae bae ya. kapan kita pernah ketemu ?” tanya Rio keras.

“Tadi siang. Pas gue ngamen sampe bibir gue jontor, eh lo kaga denger. Terus lo ngasih duit seratus ribu ke gue lewat kaca jendela. Terus duitnya lo terbangin gitu aja. Inget ?”

“Oh..jadi lo cewe tadi siang yang ngegetok gue pake..”

“YAP !!”

“Aduh apes banget gue hari ini. kenapa kudu ketemu lagi sama lo ?” sesal Rio sembari berbalik memasuki mobilnya. Gadis itu menyusul.

“Terus maksud lo apa nimpuk gue pake kaleng ? mau balas dendam ceritanya ? eh atau..lo cape cape nyari tau tempat tinggal gue buat bales dendam sama gue ? wah wah hebat lo”

Rio menyernyit. “Pede banget lo. Gue kesini itu mau minta tolong sama lo”

“Hah minta tolong ? ga salah denger ?”

“Ngga. Serius nih..gue beneran butuh bantuan lo” pinta Rio rada memohon. Walau dengan terpaksa.

Gadis didepannya mengusap usap dagu. “Okedeh berhubung gue adalah orang yang baik hati, sekarang gue tanya..lo mau minta tolong apaan ?”

“Dimana ada POM bensin terdekat ? gue kehabisan bensin nih”

“Oh Cuma itu ? beuh itu mah gampil. Tuh didepan..” gadis itu menunjuk arah didepannya dengan telunjuknya. Rio memperhatikan seksama. “….terus belok kiri. Nyampe deh. Kira kira 10 menit dari sini”

“Oh iya gue ngerti”

“Yaudah kalo gitu gue cabut dulu ya bye” gadis itu beranjak pergi, namun dicegah Rio. “Eh eh mau kemana lo ? siapa bilang udah selese ?”

“Aduh apaan lagi sih ?”

“Gue kesana mau ngesot ? dorongin mobil gue” gadis itu memasang tampang cengo setelah mendengar komando ‘tuan muda’ nya. “..tadi perasaan ada yang bilang dirinya baik hati deh. Dorong mobil doang GAMPIL kan ?” sambungnya.

Dan..gadis itu pun mau tak mau mendorong pelan mobil Rio. dengan tampang yang sukses membuat Rio tertawa terbahak bahak.

“Payah nih gue kemakan sama omongan sendiri. Fuh..oke, ga perlu nyesel. Anggep aja lo baru nolongin nenek nenek. Bukan cowo sok amitamit itu. hii” gumam si gadis.

>>>><<<<< 

“Haaaah..huh..huh..huh..akhirnya nyampe juga. gila..huh..huh..nafas gue..huh..huh..atu..huh..atu” si gadis ambruk didepan POM. Rio masih tertawa melihat kondisi mengenaskan si gadis. Si gadis menatap sinis. Selesai bertransaksi bahan bakar, Rio menghampiri gadis itu.

“Rumah lo dimana ? yuk gue anterin balik. Anggep aja tanda terima kasih” tawar Rio. si gadis ingin menolak karna gengsi. Tapi nampaknya untuk kali ini, Ia harus mematikan kegengsiannya. Mengingat kakinya terlalu lemas untuk berjalan dan kembali ke rumahnya yang..lumayan juga jaraknya.

“Yaudah deh”

Tak ada percakapan apapun selama dalam mobil. Si gadis cuek memandang keluar jendela. Walau tak bisa Ia sembunyikan rasa kagumnya saat menaiki kendaraan modern tersebut. Sementara Rio mati matian menahan tawanya kala mengingat kekonyolannya bersama si gadis.

“Udah nyampe sini aja. Makasih !” ucap si gadis tanpa menoleh ke Rio.

“Heh heh, sini lo. Maen pergi aja. Gue belum selese urusan sama lo” Rio ikut keluar mobil, menghampiri si gadis. Pemuda tersebut mengeluarkan 2 lembar kertas berwarna biru tua dari dompetnya. Diserahkannya uang tersebut ke tangan si gadis. Namun si gadis mengabaikan pemberian pemuda itu.

“Apa apaan nih ?” marahnya.

“Anggep aja sebagai tanda terima kasih karna lo udah mau dorongin mobil gue” jawab Rio enteng.

“Kan tadi lo bilang ‘gue anterin ya. sebagai tanda terima kasih gue’ terus ini tanda apa lagi ?”


Pemuda didepannya tersenyum kecil. “Yang tadi anggep aja upah karna lo udah kasih tau dimana letak Pom bensin. Yang ini karna lo udah dorongin mobil gue. ngerti ? udah deh terima aja. Gue tau kok lo butuh. Jangan maen buang buang aja nih duit” Rio memungut uang yang tadi dibuang si gadis. Dipaksanya si gadis untuk menggenggam uang pemberiannya. Namun untuk yang kedua kalinya, si gadis kembali membuang uang tersebut.

“Lo pikir semua yang ada di dunia ini bisa dibeli pake duit ? sombong banget lo. Mentang mentang lo tajir dan gue Cuma anak jalanan ? terus lo ngelecehin gue dengan cara kaya gini. Tadi itu lo sengaja kan, mau ngerjain gue ? pertama nimpuk kepala gue pake kaleng. Kedua nyuruh gue dorong mobil lo. Terus terakhir lo ngehina gue dengan cara kasih gue duit ? lo pikir gue nolongin lo karna ngarepin upah ? hah ? eh gue ga serendah itu ya! lo tau ? harga diri gue itu lebih mahal daripada kekayaannya sih gayung tambunan itu !”

Rio cengo. Sejak kapan mafia pajak itu ganti nama ?

“Emang ya, dimana mana orang kaya itu semuanya sombong. Karna apa ? karna mereka dikelilingi sama materi dan kekuasaan. Mereka udah punya semuanya. Dan mereka bisa ngelakuin apapun yang mereka mau dengan jabatan dan materi mereka. Gue pikir jadi orang miskin itu paling sengsara. Ternyata dugaan gue salah. Mending jadi orang miskin tapi kaya kasih sayang, punya banyak temen daripada orang kaya macem lo ! ganteng, kaya..tapi kesepian. Ngga pernah bahagia !”

DEG..apa itu ? Rio terpaku. ucapan terakhir gadis didepannya cukup menyesakkan dadanya. Mengingat segala yang Ia jalani selama 19 tahun hidupnya. Semua..memang benar. Benar. Tak ada yang meleset dari ucapan si gadis.

“Siapa nama lo ?” tanya Rio dingin. Sang gadis-yang tadinya mau melanjutkan orasinya-mengurungkan niat begitu melihat ekspresi datar Rio.

“Acha. Nama gue Acha”

Rio menghela nafas. “Berapa umur lo ?”

“15 tahun”

“Oke Acha, terserah lo mau ambil duit dari gue ato ngga. Yang jelas ngga ada maksud gue buat ngehina, ngelecehin, ngerendahin ato apalah. kalo lo nangkepnya beda yah mau gimana lagi. mau lo trima ato ngga, bukan urusan gue”

“Oia satu lagi. Lo itu kan 4 tahun dibawah gue. bisa kan bersikap lebih sopan ke orang yang lebih tua ? karna gue ngga suka dikurangajarin sama bocah seumuran lo” pelan namun tegas. Ucapan Rio mampu membungkam Acha.


“Yaudah sih, siapa juga yang mau mungut duit lo. Gue juga ngga butuh” Acha berlalu pergi. Rio mengangkat bahunya heran. Merasa tak kurang apapun, pemuda itu ikutan berlalu bersama kendaraan pribadinya.

Sunyi. Jalanan itu kembali sunyi. Eh tapi tunggu, siapa yang mengendap endap disana ? oalah..rupanya Acha. Gadis itu tak ubahnya seperti maling yang tengah mengamati daerah sekitarnya. Langkahnya berjinjit, toleh kanan-kiri sebelum akhirnya berhenti di satu titik. Dan memungut uang seratus ribu yang tadi (terpaksa) dibuangnya.

“Haha untung aja duitnya ngga ketiup angin. Jarang jarang kan gue dapet duit segede ini. lumayan buat beli makan ade ade. Untungnya juga tuh cowo rese udah pergi. jadi gue ngga perlu malu buat ngambil nih duit. Ya Tuhan, ampuni Acha yang udah buang buang rejeki. Acha terpaksa ya Tuhan. Maafin Acha ya. jangan Engkau putuskan tali rejeki hambaMu ini. Amin” selesai, Acha berbalik dan melangkah pergi.

Disana. tak jauh dari TKP ‘pemungutan uang yang terbuang’ berdirilah seseorang dibalik rerumputan. Sosok yang tersenyum geli melihat tingkah gadis belia tadi. iseng, Rio memutuskan untuk mengikuti Acha.

Tentunya, tanpa sepengatahuan gadis cerewet itu.

>>>><<<< 

Cahaya mentari dengan cepat menerobos sela sela jendela menuju kamar dan terakhir menyapa kulit Rio yang masih terlelap dibalik selimut hangatnya. Situasi seperti itu membuatnya enggan beranjak dari selimut.

“Rio..sarapan dulu yuk. Mama udah buatin sarapan sehat buat kamu” suara lembut itu, menggelitik telinga Rio dan membujuknya supaya bangkit.

“Iya ma..Rio udah bangun nih” balas sang anak. Memang jika sudah menyangkut masalah mamanya, Rio sangat sensitif.

Meja makan yang besar, memuat 12 anggota keluarga. Walau nyatanya keluarga tersebut hanya beranggota 3 orang. terlebih, 3 kursi tersebut jarang terisi penuh. Kadang hanya 2 yang diduduki, atau bahkan hanya 1. Seorang saja. Sudah lama keluarga tersebut tak berkumpul, sekedar makan bersama saja. Kesibukan telah  melenyapkan waktu mereka secara otomatis dan terus menerus hingga bertahun tahun berjalan.

Jika begitu, tak ada seorangpun yang menginginkan makan dalam situasi sepi seperti dalam keluarga itu. Rio, merasakan setiap lahap makanan yang masuk ke tenggorokannya berasa hambar. Walau Ia percaya masakan didepannya enak. Tapi tetap saja tak ada rasa. Belum lagi di kursi depannya, sang mama terduduk seraya melamun. Membuat napsu makan Rio menurun.

Lelaki itu bangkit, memutuskan untuk meninggalkan pemandangan yang membuat hatinya nelangsa. Rio lebih memilih menuju tempat pelariannya. Yang mungkin bisa membuatnya sedikit lebih baik.

>>>>><<<<<< 

Pandangan mata itu terus mengekor sesosok yang tengah memainkan gitarnya kala si merah menyalakan tandanya agar semua kendaraan berhenti. Pada saat itulah profesi lain bekerja. Jalan dari satu kendaraan ke kendaraan lain. Memainkan alat musik seadanya, nyanyian seadanya, suara seadanya, irama seadanya, nada seadanya. Selesai melakukan tugas, mereka menengadahkan bekas bungkus permen yang ujungnya di linting. Tempat bagi mereka untuk mengumpulkan uang dari para pemilik kendaraan.

Rio menghela nafas. Acha disana. tak jauh dari tempatnya berdiri, gadis itu menjalankan profesinya sebagai pengamen dengan suka cita. Riang tanpa beban. Ceria. Terlihat jelas dari wajahnya. Dalam hati Rio iri. Selalu, selalu Ia teringat kata kata Acha semalam. Yang begitu membekas dalam ulu hatinya.


Mending jadi orang miskin tapi kaya kasih sayang, punya banyak temen daripada orang kaya macem lo ! ganteng, kaya..tapi kesepian. Ngga pernah bahagia’

Sudah cukup. Sudah cukup Rio merasakan keterpurukan. Kini saatnya Ia bangkit. Dan sekarang, Rio tau siapa yang bisa mengembalikan semangat hidupnya.

“Hey” sapa pemuda itu ramah begitu Acha dan kawan kawannya menepi kala lampu hijau menyala. Acha menatap Rio cuek. “Ngapain lo, eh ngapain kaka disini ?”

Rio tersenyum mendengar sapaan baru Acha untuknya. “Gue mau ikut lo ngamen”

Yeah..permintaan Rio sukses membuat Acha cengo sekaligus makin memperbesar bola mata gadis itu.
“Hah ? jangan becanda deh ka. Pekerjaan ini bukan untuk main main”

“Yee beneran. Ayolaaah Cha. Ya ya ya ?”

Acha menggaruk kepalanya yang tak gatal. Hmm..orang kaya aneh, pikirnya. Buat apa panas panas ngamen hanya untuk mendapat beberapa keping uang receh ? um tunggu sebentar, nampaknya Acha punya ide.

“Okedeh lo boleh ikut asalkan…”

“Asalkan apa ?” tanya Rio penasaran.

>>>>><<<<<< 

“Permisi bapak bapak ibu ibu. Kami disini ingin menampilkan hiburan yang barangkali bisa mengusir kejenuhan bapak ibu sekalian di dalam bus ini. bersama kakak saya, ka…”

“Rio” bisik Rio.

“Iya ka Rio. yasudah, selamat menikmati maaf jika bapak ibu merasa terganggu”

Jreeeng..

“demi penguasa bumi dan surga..kau memang indah..kau getarkan seluruh sukma jiwa..kau memang indah..woo..oo” Rio cengo begitu mendengar lagu yang dinyanyikan Acha. Yang benar saja ? Hikayat Cinta ? yang dibawakan oleh si Ratu Kontraversial Dewi perssik dengan soloist Glenn Frendly itu ?

Acha melirik Rio sadis. Rio bisa membaca isyarat mata Acha yang nampaknya berkata : cepet-lakuin-apa-yang-gue-suruh-tadi-kakak-Mario

Rio menelan ludah. Tadi Acha memberinya syarat agar gadis itu mengijinkannya ikutserta bersamanya ngamen. Tapi masa iya Rio harus benar benar menjalankan syarat itu ? mau ditaruh mana harga dirinya ?

“Oke Rio lo ngga perlu malu. Anggep aja orang orang disini itu hantu semua. Oke oke slow aja” batin Rio. satu helaan nafas panjang..

“..demi penguasa bumi dan surga..kau memang indah..woo..oo..kau kau getarkan seluruh sukma jiwa..kau memang indah..woo..oo..ooo” Acha ingin tertawa sebenarnya. Melihat Rio benar benar menjalankan syaratnya.

Jadi, apakah syarat Acha ? mau tau  ?
ð  Rio harus goyang gergaji ala depe di lagu pertama yang Acha nyanyikan. -_-v

Penumpang metromini dibuat tertawa melihat tingkah Rio. Acha pun ikut tertawa. Terlebih Rio. dalam sekejab Ia tak lagi mempedulikan rasa malunya.

“Makasih bu..makasih pak. Bang depan ya” Acha memberi aba aba kepada kenek untuk menurunkannya di halte depan.

“Hahaha..”

Acha menoleh heran kearah Rio yang tengah berjalan disampingnya. “Kenapa lo ka ?”

“Lucu aja inget gue ngebor tadi. ckck hebat banget cara lo nurunin harga diri gue”

“Ohaha hebat dong. Acha gitu. Eh ka gara gara tadi ada lo, liat nih bungkus permen kita keisi buanyaaak. Pasti mereka seneng. Yah secara ada lo gitu yang ngga Cuma aksi ngebor lo. Tapi tampang lo yang yah..lumayan” puji Acha.

“Beuh langsung aja bilang gue ganteng. Ngga ada yang marah kok”

“dih apaan sih. eh ka berhenti dulu yok di warung situ. Haus nih. Sekalian ngitung pendapatan kita sekali ngamen” ajak Acha.

“Oke sip”

Acha dan Rio duduk santai di bangku reot depan warung. Ada 2 teh botol disamping mereka. Acha mengeluarkan seluruh isi dalam bungkus permen. Rio menatap takjub kepingan logam dan lembaran uang kertas.

“waw lumayan banget ini ka..gila”

“Itung buru”

Menunggu Acha yang asik menghitung pendapatan pertama mereka berdua, Rio lebih memilih menatapi lalu lalang kendaraan dijalan besar itu. dulu, Ia yang merupakan salah satu dari pemakai jalanan itu, sama sekali tak peduli dengan keberadaan pengamen. Tapi sejak mengenal..Acha, hidupnya rada berubah mungkin. yang memberi Rio pelajaran untuk lebih tegar.

Acha belum tau bahwa semalam Rio membuntutinya. Masih terekan jelas dalam benak Rio adegan demi adegan yang dilihatnya saat mengekor Acha. Gadis yang 4 tahun lebih muda darinya itu, membelanjakan uang yang Ia pungut di jalan ke warung nasi goreng pinggir jalan yang biasanya buka sepanjang malam. Kurang lebih seperempat jam, gadis itu meninggalkan tenda nasgor dengan menenteng 2 kresek besar yang Rio perkirakan adalah makanan yang barusan Acha beli.

Rio masih membuntuti Acha kala gadis itu memasuki sebuah ‘kawasan’ yang penuh dengan drum minyak bekas dan kardus kardus. Tempat itu tanpa atap. Hati Rio berdesir kala Acha membagi bagikan nasi bungkusan yang dibawanya kepada puluhan anak jalanan lain. Namun sayangnya si pembeli, Acha malah justru mendapat jatah separo. Walau begitu tak menjadi masalah. Karna Rio bisa melihat jelas kebahagiaan mereka saat melahap makanan bersama sama.

“…12500..14500…15000..20000…23500..yey 23500 ! liat nih ka. Sekali ngamen aja udah dapet segini. Bayangin 10x aja gue ngamen sama lo. Udah dapet….”

“235000 ribu Acha” samber Rio. yang disampingnya tersenyum lebar.

“Thanks ya ka” ucap Acha tulus. Rio tersenyum kecil.

>>>><<<<< 

“Lo mau operasi  transplantasi ? kebetulan ada donor yang gue rasa pas buat lo. Kalo lo mau, kita bisa nyoba”  tanya seorang pria berjas putih kala karibnya berkunjung ke rumah sakit. Menemuinya.

Yang ditanya hanya menggeleng.

“Kenapa ? lo ngga mau sembuh ?” tanya si jas putih.

“Bukan. Bukan gue ngga mau sembuh. Gue pengen menghadapi semua ini dengan..dengan apa adanya gue. gue ngga mau melawan takdir. Gue siap kembali kapanpun” jawabnya mantap.

>>>><<<<< 

Pemuda itu mengamati dengan jeli setiap sudut yang belum disentuh pensil secara sempurna. Sesekali menoleh kearah objek didepannya.

“Ka Rio udah boleh gerak belum ? kakiku kesemutan nih” protes Ourel, salah satu anak jalanan yang menjadi model lukisan Rio.

Mendengar protes lugu terlontar dari bocah berusia 7 tahun, Rio hanya terkekeh. “Bentar ya dek. 10 detik lagi”

“Beuh Ourel payah. Kaya aku dong nih masih tahan jadi patung patungan” ejek sebayanya, Bastian.

“Yee jelas aja kamu tahan. Orang kamu duduk. Aku kan berdiri” balas Ourel.

“Hei udah udah jangan berantem. Udah selesai nih. Mau liat gambar kalian ?” Kedua bocah itu mengangguk mantap, lalu memburu Rio. keduanya memandang kagum hasil goresan Rio dalam kertas gambar. Sempurna sekali. Pose Ourel yang tengah berdiri menyamping, menunggu senja. Dan Bastian yang duduk pasrah sembari memeluk lutut dengan pandangan sama seperti Ourel. Ekspresi polos anak jalanan yang pasrah menunggu perubahan menyambangi mereka. Perubahan untuk kehidupan yang jauh lebih baik.

“Waw gilaaaa !! kereeen banget sumpah ka !! lo bakat banget jadi pelukis” puji Acha heboh begitu merampas kertas gambar itu dari tangan dua adik angkatnya. Rio terkekeh melihat Acha diomeli kedua adiknya.

“Woi Cha, gu..aww..” pekik Rio . Rasa itu kembali datang. Sakit dan sungguh menyiksa.

“Kenapa ka ? lo sakit ya ?” tanya Acha panik. Rio hanya menggeleng. Mencoba memasang tampang ‘semua baik baik saja’. Dan yah..nampaknya berhasil.

“Oh gue kira lo kenapa napa” Acha mendudukkan dirinya disamping Rio. sudah seminggu sejak mereka ngamen, keduanya memang menjadi dekat. Tak ada rasa apapun, Rio menganggap Acha adik. Begitu pula sebaliknya.

“…cintailah..aku..sepenuh hati..sesungguhnya aku..tak ingin kau pergi..takkan mampu kuhadapi dunia ini..tiada arti semua..bila kau pergi..” Acha menyenandungkan sebuah lagu yang pernah Ia curi dengar di radio radio. Rio terpejam sejenak. Lalu membuka matanya kembali.

“Suara lo bagus banget Cha” puji Rio.

“ehehe makasih ka. Lo itu orang ke 132000 yang bilang suara gue bagus” Rio mengacak acak rambut Acha, gregetan pada tingkah narsis bocah disampingnya.

Rio menerawang. “Udah berapa lama..lo jadi anak jalanan ?”

Pertanyaan yang menyentuh hati Acha. Namun gadis itu tak melepas senyum sama sekali dari wajahnya. “Sejak gue kecil”

“Kenapa ? terus dimana orang tua lo ?”

Acha mengedikkan bahu. “Kenapa ? karna itu takdir yang diberikan sama Tuhan. Orang tua gue…entahlah. Gue ngga pernah tau satu hal pun tentang mereka. Mungkin mereka ngga pernah ngarepin kelahiran gue. makanya begitu ada gue, mereka ngebuang gue dipanti. Gue dirawat disana sampe umur..10 tahun. Karna panti itu kebakaran dan gue kabur, menyelamatkan diri. gue yang pada saat itu ngga tau apa apa, ketemu sama Bang Daus. Yang akhirnya membawa gue ke kehidupan seperti ini”

“Apa lo ngga merasa tersiksa ?”

“Awalnya tentu aja begitu. Bocah 10 tahun yang dipaksa ngamen, dibawah panas matahari dan guyuran hujan. Untungnya Bang Daus serakah serakah banget kaya preman di tipi yang mengintimidasi anak anak jalanan. Bang Daus baik. Sayangnya setahun lalu dia meninggal karna over dosis”

“Kami hidup sendiri setelah orang yang kami anggap kakak, pergi. kami mencoba mandiri. Prinsip kami itu..adalah berbagi. Apapun kesulitannya, misal masalah makanan. Kalo ada diantara kami yang dapet duit lebih, yah udah seharusnya kami beli makanan buat sodara sodara kami disini. dapet sedikit ngga masalah. Yang penting kami semua bisa makan. Dan lo tau ka ? makan bersama itu adalah hal yang paling membahagiakan di dunia ini. menikmati sesuap nasi bersama orang orang yang kita sayangi. Bukan berarti orang tua, karna anak anak yang disini pun udah gue anggep lebih dari keluarga”

Rio tertegun. Benar sekali. Selama ini Ia tak pernah mengecap kebahagiaan saat makan bersama Acha dan teman temannya. Suasananya sungguh hangat dan jauh lebih kekeluargaan. Membuatnya nyaman. Walau lauk yang Ia makan tak semewah dan tak seenak biasanya.

“Lo..punya cita cita ?”

Acha tersenyum. “Punya lah. Semua orang itu punya cita cita. Agar hidup kita lebih termotivasi. Sejak kecil, gue pengen jadi penyanyi. Gue cinta musik. Gue suka denger orang bersenandung kecil. Gue puas tiap kali menjual suara gue. walau dapetnya hanya beberapa keping receh. Tapi kepuasan yang di dapet melebihi segalanya”

“Kalo misal suatu hari, impian lo sebagai penyanyi terwujud. Apa yang mau lo lakuin ?”

Acha menerawang. “Apa ya ? ummm…yang pertama jelas gue mau bahagiain sodara sodara gue disini. gue ngga mau mereka terus terusan hidup di jalanan yang keras. Kedua..gue bakal berusaha untuk membuat orang orang yang ada di sekitar gue bahagia. Siapapun itu. ehehe ngga masuk akal ya ?”

Rio tersenyum. “Lo tau ngga sih Cha, sebenernya gue iri sama lo. Apa yang selama ini gue dapetin dalam hidup, itu ngga sebanding dengan apa yang lo alami”

“Hah ? apa lo bilang ? iri sama gue ? beuh justru gue yang iri sama lo ka. Lo punya segalanya. Ganteng, smart, kaya, lo punya mobil. Dan gue yakin pasti rumah lo juga gede kan ?”

“Acha Acha..gue itu bagai burung yang tinggal dalam sangkar emas. Semua yang liat posisi gue hampir sependapat bilang ‘jadi lo tuh enak banget ya Yo’, ‘gue pengen makmur kaya lo. Punya segalanya’ hmm..gue sendiri sering bingung tiap ada yang bilang gitu sama gue. mereka Cuma memandang dari luar. Ngga tau dalemnya gimana. Gue itu ngga pernah dapet kebahagiaan kaya yang lo dapetin disini” terang Rio.

“Bokap gue sibuk. Terlalu sibuk sampe ngelupain gue dan nyokap. Sementara nyokap gue depresi berat. Nyokap gue kesepian. Selama ini dia ngga pernah dapet manis sedikitpun. Selalu pahit. Gue sendiri merasa ngga berguna sebagai anak. Anak yang ngga bisa bahagiain ibunya. Mungkin kasih sayanglah yang bisa nyembuhin depresi nyokap gue. tapi sayangnya, pasokan kasih sayang itu kurang, terlalu sedikit”

Acha menoleh kearah Rio. “Ka Rio..gue..gue..gue beneran ngga nyangka lo..lo menderita kaya gini”

“Hidup itu singkat Cha. Sangat singkat. Selama ini gue nyesel karna udah lewatin semua dengan sia sia. Tapi setelah ketemu lo, gue sadar.sangat sadar bahwa setiap detik nafas kita itu berharga. Dan gue sadar, yang membuat hidup kita bahagia itu bukan apa apa yang kita dapetin. Tapi tergantung diri kita sendiri”

“Bener ka. Kaya lagunya D’Massiv..syukuri apa yang ada..hidup adalah anugrah..tetap jalani hidup ini..melakukan yang terbaik..”

“…Tuhan pasti kan menunjukkan kebesaran dan kuasanya..bagi hambanya…yang sabar..dan tak kenal putus asa..” pada bait terakhir, keduanya bernyanyi bersama. Rio tertegun kembali. Pertama kalinya Ia menyanyi dengan sepenuh hati. Bukan dengan paksaan seperti biasa dilakukan ayahnya.

“Menurut gue itu ka..kunci kebahagiaan itu adalah..mensyukuri nikmat pemberian Tuhan. Sekecil apapun nikmat itu. dan pada saat itu, lo akan ngerasain manis yang ngga pernah lo dapetin sebelumnya” ungkap Acha sembari tersenyum.

>>>><<<<< 

Acha melangkah gontai menuju pohon tempat Ia berteduh. Lampu merah berlalu cepat. Pendapatannya pun berkurang. Namun bukan itu yang mengganjal dihatinya. Satu nama yang menguasai seluruh benaknya. RIO. yap, sudah lebih dari sebulan Acha kehilangan kabar. Terakhir bertemu sehari setelah mereka melalui obrolan panjang. Saat itu Rio menemaninya ngamen. Setelah itu, Rio tak datang lagi. dan Acha kembali ke kehidupannya. Sama seperti dulu Ia belum bertemu pemuda yang telah Ia anggap sebagai kakak.

“Ah bego gue udah ngarepin ka Rio buat bantu ngerubah hidup gue sama temen temen gue. ternyata semua orang kaya sama aja. Sekarang mana buktinya ? obrolan yang waktu itu ngga ada guna. Dan ngga bermakna apa apa. Liat aja sekarang dia malah ilang kaya ketelen bumi. Segitu cepetnya ka Rio ngelupain gue sama temen temen gue. ihhh rese rese rese !!” omel Acha sendirian. Sesekali mengetukkan kakinya ke tanah. Ungkapan kekesalannya.

“Ehem permisi..apakah adik yang bernama Acha ?” tegur seseorang. Acha menoleh. Dan terkejut melihat siapa yang menyapanya. Seorang lelaki yang diperkiran berusia 35 tahun-an. Berpakaian rapi dengan jas dan dasi. Juga mobil mewah yang terparkir tepat didepannya. Acha hanya berharap orang itu tak salah mencari orang sepertinya.

“Eh iya. Gu..eh saya Acha. Bapak siapa ya ?”

Orang itu tersenyum. “Saya….”

>>>><<<<< 

Setahun kemudian..

Seorang gadis cantik, melangkah memasuki kamarnya yang mewah. Gadis itu menghentikan kakinya didepan ranjang. Lalu membungkuk. Meraih sebuah kotak berwarna coklat yang tergeletak di bawah ranjang.

Gadis tersebut membuka kotak itu. terdapat beberapa benda. Tangan si gadis terjulur untuk meraih amplop yang isinya selembar kertas surat.

Hei Acha..
Saat lo baca surat ini, mungkin gue..umm..mungkin gue udah ngga ada lagi di samping lo.
Udah ngga bisa nemenin lo ngamen lagi. ngga bisa ngeledekin lo lagi. ah gue kangen tiap saat saat bareng lo sama sodara sodara lo.

Bener kata lo Cha. Kunci kebahagiaan adalah mensyukuri tiap apa yang diberikan Tuhan. Hmm..gue udah menerapkan itu kedalam hidup gue. dan hasilnya..ga terlalu mengecewakan. Ehehe..

Tuhan emang Maha Adil ya Cha. Orang orang memandang sempurna gue. tapi gue ngga sesempurna yang mereka bayangin. Gue rapuh Cha. Saat Tuhan menganugrahkan penyakit yang memakan usia gue. memakan tiap detik hidup gue. lemah jantung..yap ! itu udah gue derita sejak lama. Mungkin keturunan dari bokap ato nyokap gue ngga ngerti.

Penyakit yang gue putuskan untuk ngga memberitahu siapapun. Termasuk lo. Karna..karna gue ngga suka dikasihanin. Gue ngga mau orang memperlakukan gue secara istimewa karna gue sakit. Karna gue penyakitan.

Awal tau gue penyakitan, semangat gue pupus Cha. Gue ngerasa Tuhan tuh jahat banget sama gue. saat itulah gue berubah. Menjelma jadi sosok lain, yang temperamen, dingin, dan cuek.

Sampe pada akhirnya gue mengerti tujuan Tuhan memberikan penyakit itu ke gue. gue mencoba mensyukuri apa adanya. Tentu ada cara untuk sembuh. Dengan operasi transplantasi jantung di Singapore sana. Tapi ngga, gue ngga mau menyalahi takdir yang telah digariskan Sang Maha Kuasa. Gue akan hadapi itu..gue akan hadapi kematian itu.

Sejak kecil, bokap gue yang merupakan pemilik perusahaan rekaman itu..terobsesi buat jadiin gue penyanyi. Tapi ngga, gue ngga mau. Cita cita gue hanya satu. Jadi pelukis, seniman. Walau begitu, bokap selalu maksa. Gue ngga suka Cha. Oke gue emang anak durhaka. Tapi ngga salah kan kalo kita menolak keinginan orang tua yang ngga sesuai dengan kita ?

Beruntung gue ketemu lo. Suara lo bagus. gue yakin lo bisa gantiin posisi gue.

Cha, saat ini gue terbaring lemah. Sangat lemah. Maaf ya gue ngilang begitu aja. Gue ngga bisa ngabarin lo. Karna pasti, lo akan tanya gue dimana. Disaat itu gue bingung gue harus jawab apa. Ga mungkin kan gue bilang yang sejujurnya.

Taruhan berapa, pasti sekarang lo lagi nangis baca surat gue. ya kan ? haha gue menang /(^_^)/

Gue berhasil Cha. Gue berhasil bujuk bokap gue. sebelum gue pergi. bokap gue udah sadar . dan dia janji akan ngeluangin waktu buat nyokap gue. dan..mewujudkan semua impian lo.

Acha, gue sayang sama lo. Lo udah gue anggep sebagai adik gue sendiri. jangan kecewain gue ya Cha. Cuma lo harepan gue satu satunya. Gue yakin mama bakal bahagia kalo hidup sama lo. Bawa kembali senyum nyokap gue Cha. Karna beliau adalah segala galanya buat gue.

NB : udah setahun kan ? berarti lo boleh buka dan baca surat ini. haha..gue liat pipi lo tembem banget tuh. Pasti hidup lo udah enak. Hmm..oke deh yang udah jadi penyanyi terkenal nih..inget Cha, kunci kehidupan menurut Mario adalah…melewati pahit dan manis dengan senyum, dan ketulusan. Percayalah, disaat itu lo akan dapet kebahagiaan sejati.

Rio

Acha menyeka airmatanya. Tak disangka akan begini jadinya. Menjadi anak angkat orang tua Rio. menggantikan posisi pemuda itu yang telah setahun lalu pergi.

Gadis itu mencoba tegar. Dan memamerkan senyum khasnya. Diletakkannya surat dari Rio, tangan Acha meraih beberapa lembar kertas. Yang isinya lukisan tangan Rio yang menggambarkan kehidupan anak jalanan saat ada ditempatnya dulu. pada satu lukisan terakhir, terdapat gambar Acha dan Rio tengah tersenyum sembari berangkulan.

Kertas tersebut dipeluk Acha erat erat. “Makasih Ka, lo udah kasih kesempatan gue untuk memegang ini semua. Gue janji..gue janji akan menjaga apa yang udah gue dapetin. Dan mama..mama lo ngga akan kehilangan kebahagiaannya lagi selama ada gue. gue janji ka”

-TAMAT-