Rabu, 21 Desember 2011

Amitié (One Short Story) Copas


Amitié (One Short Story)


CLEK...KREK...BRAAAKKK....

Secara berurutan suara decitan dan bantingan pintu itu membahana dengan cukup nyaring diruang berdebu yang penuh sarang laba-laba. Seseorang yang -mungkin- tadi membanting pintu itu,berjalan dengan santai menuju sebuah grand piano putih di sudut ruangan.

Ditiupnya secara kasar tebalnya debu yang melekat ditubuh piano tersebut. Mengusapnya dengan penuh penghayatan kap putih yang tersamarkan dengan warna abu-abu pucat yang ditimbulkan oleh debu dan jamur resebut.

TING...

Ditekannya salah satu tuts putih bernada dasar C. Suaranya yang ditimbulkan masih sama dengan suara 10 tahun yang lalu. Kemudian,ditekannya lagi beberapa tuts putih dan hitam itu agar membentuk suatu untaian nada yang begitu indah dan harmonis. Menari-narikan seluruh jari jenjangnya diatas tuts-tuts yang sudah cukup usang itu.

Fur Elise. Suatu buah karya sang maestro musik classic dunia,Beethoven. Penghayatan dan pembawaan Beethoven yang begitu menggebu-gebu dalam memainkan lagu ini, seakan merasuki jiwa dan raganya. Perasaan kehilangan dan kepedihan dalam lagu ini membuat matanya terpejam. Meresapi setiap nada yang dihasilkan oleh piano yang dimainkkannya.

Bayangan klise sebuah kenangan menari-nari dibenaknya. Sentuhan-sentuhan halus dari tangan lembut sosok yang ia rindukan kembali terasa menerpa kulitnya. Membuatnya ingin sekali memeluk erat sosok yang ia rintdukan itu saat ini.


BRUUKKK...

"Aaaw..."

"Aduuuhh...,bisa jalan gak sih lo?. Kaya anak kecil tau gak,jalan gini aja nabrak" gerutu seorang gadis sambil mengelus-elus pinggulnya yang terasa nyeri. Sosok tegap yang ada dihadapannya hanya tercenung. Memperhatikan dengan seksama dan teliti setiap lekukan indah yang ada dihadapannya kini. Memanjangan kedua mata indah dengan hasil karya Sang Maha Kuasa dalam jarang sedekat ini. Padahal biasanya ia hanya bisa mengagumi "bidadarinya" ini dari jauh.

"Gak usah lebay bisa kali. Buruan bangun lo" gadis itu mendongakkan kepalanya. Terlihat seorang pria berkulit hitam manis sedang mengulurkan tangannya. Diperhatikannya tangan itu cukup lama. Merasa sedikit kaget karena perlakuan pria ini.

"Gak ngerti bahasa Indonesia ya?. Buruan. Tangan gue pegel kali",kembali tersadar dari khayalannya,gadis itu menerima uluran tangan pria tadi. Seulas senyuman manis pun ia berikan pada pria itu.

"Thanks" ujar sang gadis seraya membersihkan roknya yang sedikit kotor.

"Lo masih mau duduk disitu Yel?" tanya pria itu sarkatis. Orang yang tadi menabrak si gadis tersentak kaget. Pikirannya seakan baru saja kembali dari alam bawah sadar yang menyuruhnya untuk memperhatikan setiap gerak-gerik gadis dihadapannya tadi.

"Eh...hehehehe. Ya nggak lah Yo. Masa iya gue terus-terusan duduk disini. Bau kali" jawabnya sambil berdiri dari posisinya yang memang jatuh terduduk disamping tempat sampah.

"Hmm...sorry ya. Tadi gue gak sengaja. Kenalin gue Gabriel. Panggil aja Iel" lanjutnya dengan tangan yang terulur
dihadapan gadis tadi.

"Gue Ify. Sorry juga gue udah emosi sama lo"

"Santai aja sama gue mah. Lagi pula salah gue juga yang gak hati-hati tadi. Oh iyaa..." Gabriel mengalihkan pandangannya sejenak ke arah Rio. Menarik lengan sang sahabat agar berdiri  tepat disebelahnya.

"Kenalin, ini Rio, sohib kental gue" Ify tersenyum ramah. Memamerkan sebuah lekukan kecil dibibir mungilnya yang mampu memikat siapapun yang melihatnya. Tapi nampaknya tak untuk lelaki yang sedang berjabat tangan dengannya ini.

“Oke. Gue ke kelas duluan. Alvin udah nungguin contekan soalnya. Bye” tanpa menunggu jawaban dari 2 insan yang tengah dihinggapi berbagai macam kupu-kupu nan indah yang bermain-main di taman hati mereka, Rio beranjak pergi.

“Sorry ya Fy. Rio emang begitu orangnya. Udah cuek, juteknya minta ampun. Dan sepengetahuan gue, baru lo cewek yang ditanggapin buat kenalan” Ify mengernyitkan keningnya begitu mendengar penjelasan dari Gabriel.

“Masa sih?. Aneh banget tuh orang. Kok lo betah temenan sama dia?” tanya Ify dengan wajah yang begitu polos. Mungkin hampir mirip dengan wajah seorang anak yang sedang bertanya kepada sang ayah.

“Hahahaha...” Gabriel tertawa renyah, “ Gitu-gitu, dia tuh anaknya asik lho. Apa lagi kalo gilanya kumat. Baaahh,bakalan ngakak sampe guling-guling kali lo Fy”,lanjut Gabriel setelah menyelesaikan tawanya. Ify hanya diam dan kemudian tersenyum kecil kepada Gabriel. Kedua manik mata indahnya menatap lurus kearah pundak Rio yang semakin lama,semakin menjauh. Hatinya sedikit tersenyum,karena penantian lamanya mungkin kan terjawab.

>>>>>>

Ia tersenyum. Senyuman pedih yang menyakitkan itu terpatri jelas diwajah menawannya. Sebuah topeng yang sudah cukup sering ia pakai,disaat ia memang rindu terhadap sosok yang berarti itu.

Jari-jarinya masih asik menari-nari diatas tuts hitam-putih yang bejajar dengan rapi dan mengandung banyak nada itu. Membiarkan jari-jari itu terus menguakkan semua kenangan yang sudah dikuburnya dalam-dalam ini. Menghilangkan rasa gundah dan lara yang ada agar tak menjadi sesak berkelanjutan didalam hatinya.


Kejadian  1 tahun lalu membuat Ify dekat dengan dua prince charming sekolah yang memiliki banyak prestasi dan juga penggemar. Awalnya memang risih berada didekat kedua pria ini karena tak sedikit dari fans mereka selalu membully dan mencap cewek Ify sebagai genit. Tapi tak jarang juga Gabriel dan Rio  turun tangan untuk membela Ify dari para fans mereka.

“Kenapa tampang lo kusut begitu?” tanya Gabriel saat mereka di kantin. Ify yang baru saja datang dengan nafas yang terengah-engah langsung menyeruput jus mangga yang ada di depannya. Entah milik siapa.

“Biasalah. Fans-fans lo berbuat anarkis”

“Serius?. Kok lo gak bilang sms gue atau Rio sih?” Ify tersenyum sembari menggeleng. Kedua tangannya kini sibuk merapikan dandanannya yang sebenarnya tak begitu berantakan. Gabriel yang duduk di depannya hanya diam. Senyuman itu bagaikan hipnotis yang membawanya melayang ke langit ketujuh.

“Ekhm...”Gabriel tersadar. Dialihkannya kedua manik matanya yang sendu dari paras cantik yang ada dihadapannya.

“Lo tuh khawatirnya berlebihan tau gak sih Yel. Orang Ify yang juga gak apa-apa,kenapa lo kaya orang kebakaran jenggot begitu?” ledek Rio yang baru saja selesai membaca komik. Ditariknya sebuah gelas yang tadi menjadi wadah dari minuman pesanannya.

“Jus mangga gue kemana ini?. Baru juga gue minum sedikit,kok udah ludes begini?” Rio menatap kedua sahabatnya itu bergantian. Gabriel yang pertama kali ditatap oleh Rio langsung menggelengkan kepalanya dan kemudian mengarahkan telunjuk nya tepat kearah Ify. Dan otomatis, Rio langsung menatap Ify dengan aura neraka.

“Peace Yo,ampun. Gue tadi haus banget. Ya udah, gue minum deh tuh jus. Gue kira itu punya si Iel. Jangan salahin gue dong, harusnya si iel ngasih tau gue kalo tuh jus emang punya elo” ujar Ify mencoba membela diri. Sekarang pandangan Rio kembali ke Gabriel.

“Hehehe, damai Yo. Gue ganti deh” Gabriel bersiap untuk berdiri dan memesan jus mangga baru untuk Rio. Namun geraknya terhenti begitu Rio bangkit dan berada disampingnya sambil berkata.

“Gak usah deh Yel, kapan-kapan aja lo gantinya. Gue mau ke toilet nih abis itu ke perpus ada urusan sebentar”Setelah itu,Rio menepuk pundak Gabriel pelan dan tersenyum kecil kearah Ify sebelum ia benar-benar pergi meninggalkan kantin.

“Gue masih penasaran deh” Gabriel yang tadinya masih terus menatap pundak Rio yang semakin menjauh, sekarang menatap lurus ke arah Ify yang juga sedang memperhatikan Rio.

“Satu tahun gue temenan sama dia. Tapi gak banyak gue tau tentang dia. Dari gaya dia yang urakan, suka cabut disaat jam pelajaran, kadang nantang guru. Ditambah lagi, dia gak begitu terbuka sama orang, bersikap jutek, dan nada yang otoriter selalu ia pake buat ngomong sama orang-orang disekitar dia” Gabriel diam. Masih menunggu kelanjutan dari untaian kata-kata yang diutarakan oleh gadis mungil dihadapannya. Meperhatikan gerakan bibir mungil milik gadis itu yang selalu membuat dadanya bergetar hebat setiap saat.

“Tapi dia itu tetep bisa jaga prestasi dia mau dibidang akademik dan non-akademik. Fans-fansnya pun semakin bertebaran karena sifat dia yang begitu. Dan juga....” Ify menggantungkan kata-katanya. Menatap Gabriel cukup dalam yang sedang menatapnya dengan penuh tanda tanya.

“Dan juga karena itu, gue semakin penasaran dan suka sama dia” lanjut Ify mantap dengan wajah yang bersemu merah.

>>>>> 

Permainannya terhenti. Entah apa yang menghambat jari-jarinya itu berhenti untuk bermain. Kedua matanya menangkap sebuah cahaya yang dipantulkan oleh sebuah figura yang tergeletak tak berdaya diatas tanah.

Dipungutnya figura itu. Ia tercenung. Nafasnya kembali tercekat melihat gambar kenangan yang manyakitkan. Terdapat seorang gadis cantik yang tersenyum lebar yang diapit oleh dua orang pria tampan yang saling merangkulnya dengan senyuman merekah yang sangat menenangkan. Suatu potret kebahagian yang tercipta disana. Namun atmosfer kebahagian itu tak dapat ia rasakan lagi sekarang ini.

Puzzle-puzzle kenangan yang telah lama terkubur,kini kembali menyatu. Menyatu untuk membentuk suatu penyesalan yang besar atas kesalahan dimasa lalunya. Kesalahan yang berakibat cukup fatal untuk persahabatannya.


“Dia suka sama lo” ujar Gabriel dengan santai. Pandangan matanya begitu kosong. Seperti tak memiliki arti sama sekali.

“Maksud lo?” Rio yang duduk menyender pohon jati tua itu menatap Gabriel heran. Tak mengerti dengan jalan fikiran sang sahabat.

“Lo gak ngerti?”, Rio menggeleng.

“Ify. Dia suka sama lo” lanjut Gabriel sedikit lirih. Ia menengadahkan kepalanya, menatap sendu daun-daun jati yang mulai berguguran. Perasaannya masih syok. Tak menyangka bahwa penantiannya selama 2 tahun,akan berakhir seperti ini. Hanya kata Sia-sia yang timbul dari penantiannya tersebut.

Bagaimana dengan Rio?. Kalau seandainya ia seperti Gabriel yang bisa dengan mudah mengutarakan semua isi hatinya kepada  sang sahabat, mungkin saat ini semuanya akan menganggap kalau ia bukan lah sahabat yang baik. Seorang sahabat yang hanya bisa menari-nari diatas penderitaan sahabatnya sendiri.

Kalian tau bagaimana rasanya jatuh cinta bukan?. Suatu rasa yang memberikan sebuah bahkan berjuta sensasi gila yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Suatu rasa yang membuat kita begitu sulit melakukan berbagai macam kegiatan sehari-hari. Dan suatu rasa yang sulit dipaparkan keindahanya.

Tapi apa kalian tau bagaimana rasanya menyukai seseorang yang sangat dicintai oleh sahabat kita sendiri?. Sesak bukan rasanya?. Melihat sahabat kita yang gencar malakukan aksi pdkt kepada gadis/pria itu untuk menarik perhatiannya. Memasrahkan semua kemungkinan yang akan terjadi kedepan. Dan mementingkan sebuah senyuman tulus yang begitu merekah muncul diwajah kedua insan tersebut, meski sesungguhnya sedikit tak rela melihat senyuman si doi yang diberikan kepada sahabat kita.

Dan perasaan itu kini sedang menjalar cukup kuat didiri Rio secara bersamaan. Yap!. Rio juga  menyukai Ify. Bahkan jauh sebelum Gabriel menyukai Ify terlebih dahulu. So, yang namanya orang jatuh cinta pasti seneng dong cinta nya terbalaskan. Tapi bagaimana dengan perasaan Gabriel?. Seandainya Rio tak berperikemanusiaan, mungkin malam ini juga ia akan menyatakan cintanya kepada gadis manis yang menempati tahta tertinggi hatinya tersebut.

“Lo...lo tau dari mana kalo dia suka sama gue?”tanya Rio tenang. Menyembunyikan nada khawatir bercampur senang dari cara bicaranya.

“Dia sendiri yang bilang ke gue tadi. Pas lo pergi ninggalin kita berdua di kantin, dia cerita banyak tentang perasaannya ke elo. Dan yang bikin gue tambah nyesek, dia suka sama lo semenjak MOS hari kedua. Satu bulan sebelum gue suka sama dia” Gabriel mulai mengeluarkan unek-uneknya dengan begitu menggebu-gebu.

“Gue disitu mikir. Emang kapan lo ketemu sama dia?. Kok dia bisa suka sama lo pas hari kedua kita MOS?. Gue kira dia suka sama lo itu baru-baru ini, semenjak kita deket aja gitu. Gak tau nya......Huft!”Rio kembali diam. Tak berani menatap sang sahabat yang sedang dilanda kegundahan. Perasaannya kini juga gusar. Bingung harus bersikap seperti apa. Tak tau apa yang harus dilakukan sekarang. Mungkin hanya menjadi pendengar yang baiklah yang ia bisa lakukan sekarang ini.

“Penantian gue selama 2 tahun ini sia-sia Yo. Semua perasaan dan kasih yang ada buat dia gak ada artinya sama sekali. Dia lebih milih lo ketimbang gue yang lebih deket sama dia. Arrgghh..., gue bingung” Gabriel terus mengeluarkan semua kegundahan hatinya. Rambutnya yang selalu tampil rapi, bergitu berantakan karena terus diacak-acaknya terus menerus.

Mereka terdiam. Hanya ada suara kicauan burung dan gesekan antar daun karena hembusan angin itu yang terdengar begitu jelas diindra pendengaran mereka. Keduanya tenggelam dalam lamunan masing-masing.Memikirkan jalan keluar terbaik untuk mereka.

“Yo”Rio membuka matanya yang tadi terpejam. Menatap heran kearah sang sahabat.

“Besok, gue mau ke Jerman” sambung Gabriel dengan tenang. Dengan mata yang melebar, Rio membenarkan posisi duduknya yang sebelumnya menyender pada pohon.

“Lo serius?. Mau ngapain kesana?”

“Lomba Piano International. Lo lupa?. Ini kan gara-gara lo juga yang nolak tuh tawaran bulan lalu” jawab Gabriel sedikit jengkel.

“Dan gue mau. Pas gue balik dari sini, lo udah jadian sama Ify Yo” Rio tersentak mendengar kelanjutan kalimat Gabriel. Ia benar-benar tak mengerti dengan jalan fikiran sahabatnya ini. Perasaan bersalah dan tak enak itu pun semakin memenuhi hatinya. Ia juga merasa gagal menjadi seorang sahabat untuk Gabriel saat ini.

“Lo gila Yel!” pekik Rio sedikit membentak.

“Lo kira gue tega, ngebiarin sahabat gue sakit hati saat gue lagi bersenang-senang sama tuh cewe?!. Gak bisa Yel. Yang suka sama dia itu elo, bukan gue. Dan yang pantes jadian sama dia itu elo. Elo lah pangeran yang tepat buat dia. Pangeran yang bisa menjaga dia dan kasih dia perhatian semaksimal mungkin. Bukan gue yang hanya bisa nyuekin dia dan selalu tenggelam dengan keasikan gue akan dunia yang gue punya” Gabriel diam. Mencoba meresapi setiap kata yang terlontar begitu sarkatis dari bibir Rio. Kalimat terpanjang yang Rio, baru kembali ia dengar setelah mereka lulus dari sekolah dasar.

“Tapi Yo, gue gak mau ngeliat muka dia yang sedih. Gue gak kuat liat air mata itu. Gue mau liat dia tersenyum. Senyuman tulus yang menenangkan. Dan itu bisa tercipta kalo lo yang ada disisi dia, bukan gue” Rio sedikit geram mendengar bantahan Gabriel.

“Asal lo tau Yel, gue bener-bener gak ada rasa sedikit pun ke dia. Dan gue mau deket dan berteman sama dia, itu juga terpaksa. Gue Cuma mau bantuin lo pdkt sama dia, bukan gue yang pdkt sama dia. Seandainya gue gak ada niat seperti itu, gue juga GAK AKAN mau deket dan berteman sama dia” Gabriel terenyuh. Jadi selama ini sikap baik Rio itu hanya topeng yang ia kenakan untuk menutupi rencananya?. Mengapa sepicik itu?.

“Pokoknya gue harus bilang ke Ify. Kalo dia harus mau jadi cewek lo. Gue akan bujuk dia sampai dia mau. Kapan lo balik dari Jerman?”

“2 minggu setelah besok”

“Oke. Waktunya cukup lama. Gue janji, sepulang lo dari sana, Ify akan jadi milik lo” teguh Rio dengan hati yang cukup miris. Miris karena harus merelakan perasaannya kepada gadis tersebut demi sang sahabat.

>>>>> 

Siluet-siluet itu berputar dengan begitu jelas dan cepat didalam benaknya. Memaksanya untuk terus terbawa dalam arus kenangan yang mengiris hatinya. Memakasanya untuk mengingat dan mengenang semua hal tentang serentetan kejadian tersebut. Termasuk kesalah dan penyesalan yang timbul dalam kenangan itu.

Seandainya waktu bisa kembali diputar, ingin rasanya ia kembali kedalam kenangan manis namun menyakitkan itu. Merubah takdir si benang merah yang terbentang panjang dalam kisah itu.


Seminggu sudah berlalu dari kepergian Gabriel ke Jerman. Keadaan yang semula Rio kira akan baik-baik saja ternyata melenceng. Semenjak hari dimana Ify bercerita pada Gabriel tentang perasaannya pada Rio dan perseteruan hebat Rio dan Gabriel di taman belakang sekolah, gadis itu seakan menjauh dari Rio. Selalu menghindar setiap kali Rio mendekatinya.

Rio bingung. Ada apa dengan gadis itu?. Mengapa sikapnya berubah derastis pada Rio?. Begitu cuek dan acuh tak acuh. Masa iya dia malu dekat-dekat dengan Rio tanpa Gabriel disisinya?. Rio terus berfikir apa yang menyebabkan perubahan sikap Ify. Menyusun semua rentetakn kejadian sebelum Ify mulai menjauh darinya.

DEG!. Ia tersadar. Jantungnya berpacu dengan cepat begitu pikiran itu terbesit dibenaknya. Sebuah pemikiran bahwa gadis mungil itu tau akan rencana Rio. Bisa saja Ify tak sengaja mendengar pembicaraan Rio dan Gabriel waktu itu. Tapi apa mungkin?. Seandainya iya, sebuah kesalahan besar kembali muncul dalam masalah ini.

Dengan berbagai pertanyaan yang berputar diotaknya, Rio berjalan menyusuri koridor menuju kelas Ify. Biasanya masih pagi begini, gadis cantik itu masih membaca buku kesukaannya didalam kelas.

“Ra, Ify mana?” tanya Rio pada Zahra, teman sekelas Ify, begitu sampai didepan kelas.

“Baru aja keluar Yo. Katanya sih mau ke taman belakang. Cari aja disana” jawab Zahra tanpa menghentikan aktivitasnya, menyapu kelas.

“Oh, ya udah deh. Gue kesana dulu ya. Thanks”

Rio bergegas setengah berlari menuju taman belakang yang belum terjamah oleh banyak orang karena masih pagi. Dalam hati berharap kalau saja gadis itu ingin menemuinya. Dan tak melarikan diri seperti sebelum-sebelumnya.

“Fy...” panggil Rio begitu mendapati gadis manis itu duduk dibawah pohon sambil membaca sebuah buku tebal. Cinta di dalam gelas. Begitulah tulisan yang tertera dicover buku tersebut. Salah satu buku karya Andrea Hirata yang cukup terkenal itu.

Ify mendongakkan kepalanya. Menatap sinis –baginya- seorang pangeran yang tengah berdiri tengap dihadapannya.

“Mau apa lo kesini?” Rio mendengus kecil. Nada sinis dan bossy itu begitu jelas dari 4 kata yang baru saja dilontar oleh Ify. Gadis itu sudah kembali tenggelam kedalam dunia khayalnya bersama novel tebal ditangannya. Perbuatan apa yang telah Rio lakukan sampai gadis ini menjadi begitu acuh tak acuh seperti ini?.

“Lo marah sama gue?”

“Marah?. Enggak tuh” jawab Ify tanpa mengalihkan padangannya dari novel.

“Ck!” Rio yang merasa jengkel dengan sikap Ify sekarang, menarik paksa novel yang sedang dibaca oleh gadis manis tersebut.

“Sopan dikit bisa kali. Gue tuh lagi ngomong sama lo. Bukan sama pohon” tegasnya dengan tatapan mata yang begitu geram. Ify tak mau kalah. Ia membalas tatapan mata itu tak kalah sinis. Ia pun bangkit dari duduknya dan berdiri tepat didepan Rio, seperti menantang.

“Mau lo apa sih?. Kalo gak ada hal penting mendingan lo pergi deh sekarang”

“Gue salah apa sih sama  lo sampe-sampe setiap kali ketemu gue, lo selalu ngihindar dan ngejauh?. Kalo gue emang punya kesalahan bilang ke gue. Jangan ngejauh gini Fy”mereka terdiam. Hanya ada hembusan angin dan desahan nafas yang memburu dari Rio. Ify hanya menunduk. Menggelamkan kepalanya dalam-dalam sambil menggigit bibir bawahnya.

“Lo jahat!” tegas Ify setelah beberapa lama terdiam. Anak sungai yang terbentuk dengan sempurna mengalir cukup deras dikedua pipinya. Tangisan yang ditahannya sejak tadi akhir meluruh diikuti oleh perasaan sesak dihatinya.

“Gue gak nyangka kalo lo mau temenan sama gue karena hal itu Yo”

Rio tersentak. Apa maksud dari Ify?. Atas dasar apa ia mengatakan hal tersebut?. Atau jangan-jangan Ify mengetahui semuanya?.

“Lo deket sama gue Cuma untuk bantuin Iel biar deket sama gue. Biar gue bisa suka sama dia. Dan biar gue bisa jadi ceweknya dia. Gue gak bisa bayangin kalo seandainya Iel gak suka sama gue, pasti lo gak pernah mau kenal dan berteman sama gue. Iya kan?. Gue udah tau Yo”  Rio masih diam. Ia mencoba memposisikan dirinya sebagai pendengar yang baik untuk saat ini.

“Jangankan untuk berteman dan kenal sama gue. Untuk ngelirik gue aja, lo pasti gak akan mau sama sekali. Iya kan?. Gue kecewa sama elo Yo. Gue benci sama lo. Ternyata gue bener-bener salah sayang sama orang yang gak punya perasaan macam elo”

DEG!. Ify terkejut. Ia merasakan sebuah kehangatan yang menyelimuti dirinya. Kehangatan yang perlahan mulai merdakan tangisnya. Aroma musk yang menjadi ciri khas dari Rio kini benar-benar telah memenuhi seluruh rongga dada Ify. Tangan kokoh Rio melingkar cukup erat dibahu gadis itu. Suatu perbuatan yang tak Ify duga sama sekali akan terjadi.

“Maaf. Yang gue bilang saat itu Cuma suatu kebohongan. Gue gak mau membuat Iel semakin down setelah dia tau kalo lo suka sama gue. Dia udah bener-bener kecewa dan terpuruk. Gue gak mau bikin kondisi dia semakin parah kalo gue menceritakan apa yang gue rasain Fy” lirih Rio tepat dielinga Ify yang masih terdiam dalam isakannya.

“Gu...gue...gue itu udah suka sama lo jauh sebelum Iel suka sama lo” aku Rio akhirnya. Tangis Ify semakin menjadi. Kini kedua tangannya mulai membalas pelukan hangat dari Rio. Menumpahkan semua luapan emosinya kepada pemilik tahta tertinggi hatinya.

“Maafin gue harus bohong sama lo. Tapi semua ini gue lakuin murni demi Iel. Gue sayang sama dia seperti gue sayang ke kakak gue sendiri. Dia terlalu baik untuk disakitin Fy”lanjut Rio sambil mengelus lembut rambut panjang Ify. Mencoba menenangkan keadaan gadisnya yang sedang berada dititik menyedihkannya.

“Tapi kenapa kamu harus bohong Yo?. Aku yakin kalo kamu jujur Iel pasti ngerti. Udah gitu, kemarin kan dia juga minta kamu buat balas semua perasaan aku. Kenapa kamu gak turutin kemauan dia tapi malah maksa biar aku jadi pacar dia?”tanya Ify begitu Rio melepaskan pelukannya. Terlihat Rio yang tersenyum begitu manis dan bersahabat. Sebuah senyuman yang membuat Ify begitu tenang dan nyaman berada disisi pria ini.

“Kan tadi aku udah bilang. Dia terlalu baik untuk disakiti Fy. Kamu tau sendiri kalau mama sama papa nya Iel itu udah lama gak ada. Satu-satunya keluarga yang dia punya itu Cuma keluargaku sama tantenya, gak ada lagi. Ehmm, mungkin sekarang ditambah kamu”

Rio menggenggam lembut kedua tangan Ify. Memaksa gadis itu untuk menatap kedua matanya yang dianggap oleh kebanyakan orang adalah mata yang menyejukkan.

“Bantu aku buat bikin Iel bahagia ya. Aku mau selalu liat dia tersenyum dan bahagia seperti kemarin-kemarin. Karena bagi dia, Cuma kamu saat ini yang menjadi penyemangat hidup dia.”

“Tapiiii...”

“Ssstt, aku janji. Aku akan terus jaga perasaan ini buat kamu. Perasaan cinta aku yang hanya untuk kamu. Karena Mario akan selalu sayang Alyssa” Ify tersenyum senang. Tak menyangka akan merasakan kebahagian seperti ini. Suatu kebahagian, yang awalya ia kira tak akan pernah terjadi.

Perlahan, Rio mendekatkan wajahnya ke wajah manis dihadapannya. Mengumci mata gadis itu dengan mata elangnya. Ify pun ikut terhanyut kedalam suasana. Perlahan ia menutup kedua matanya seirama dengan deru nafas Rio yang kian mendekat.

BRUUUUKKK...

Ify sedikit tersentak. Cukup kaget mendengar suara seseorang yang jatuh. Kini ia pun tak merasakan kehangatan tangannya yang tadi digenggam erat oleh Rio.

“RIO!” pekiknya saat kedua matanya terbuka.

>>>>> 

Ia kembali duduk diatas kursi dimana piano putih berada. Menatapnya sebentar dan kemudian kembali memainkannya lagi. Kali ini untaian nada yang lebih melow terdengar begitu syahdu dibandingkan dengan lagu sebelumnya.

Rindukan Dirimu. Sebuah lagu yang diciptakan oleh sang sahabat. Sewaktu itu, ia sempat mendengar sahabatnya itu memainkan untaian nada dari intro lagu tersebut diruang musik sekolah. Untaian nada yang begitu indah dan menenangkan.

Semoga...dirimu disana kan baik-baik saja

Untuk selamanya...
Disini, aku kan selalu
Rindukan dirimu...
Wahai sahabat ku....

Ia bersenandung kecil mengikuti iringan piano yang masih asyik dimaininya. Memejamkan kedua matanya sambil menghela nafas cukup panjang untuk memenuhi paru-parunya yang mendadak kekurangan oksigen. Airmata dipelupuk matanya sudah siap terjun kapanpun, ia tahan sekuat tenaga. Karena baginya, tangisan itu hanya akan membuat sahabatnya menangis melihat kondisinya saat ini.


Berbagai selang, tabung oksigen, dan berbagai kabel berwarna-warni kini menempel di tubuh Rio. Wajah rupawan yang biasanya tersenyum ramah pada Ify, saat ini nampak begitu pucat dan lesu. Sudah hampir 1 minggu Rio tak sadarakan diri setelah melakukan operasi.

Kanker Hati stadium akhir. Penyakit mengerikan itu sudah hinggap didalam tubuhnya selama 3 tahun kebelakang ini. Tak ada satupun temannya yang mengetahui bahwa penyakit biadap itu bersarang dan menyerang tubuh Rio tanpa ampun. Hanya orang tua dan pembantunya lah yang mengetahui hal ini.

Selama 2 minggu Rio dirawat dirumah sakit pasca pingsannya secara mendadak di taman belakang sekolah, Ify selalu setia menanti pangerannya ini bangun dari “tidur panjang” nya. Dan selama itu pula Gabriel belum menjenguk Rio sama sekali. Padahal, jika menurut jadwal, seminggu yang lalu tepat dihari dimana Rio melaksanakan operasi, Gabriel sudah ada di Jakarta. Namun sekarang?. Jangankan secara utuh dirinya ada disamping Rio, kabar tentang pun tak ada yang mengetahuinya.

Ify yang biasanya tampil fresh dan segar, nampak begitu lusuh dan berantakan. Pada kedua matanya yang indah nampak seburat hitam dibawah kantungnya yang membengkak. Airmatanya sepertinya sudah banyak terkuras hingga tak dapat keluar lagi saat ini. Tangan kanannya pun tak pernah lepas dari tangan kiri Rio yang masih terpejam. Didalam hatinya ia selalu berdoa kepada Yang Maha Kuasa, untuk selalu menjaga pangerannya ini dan juga Gabriel, sahabat terbaiknya.

>>>>> 

Permainannya terhenti. Matanya menatap kosong kearah tuts-tuts hitam putih dihadapannya. Ia bukan tak ingin melanjutkan permainannya. Namun lagu itu memang belum sempurna. Lagu itu belum sampai pada tahap akhir pembuatannya. Bahkan, saat ia menemukan kertas bertuliskan kord dari lagu ini, tak ada satu pun lirik yang tertulis dalam kertas tersebut.

Tangan kanannya merogoh sebuah kertas yang sudah cukup usang. Namun begitu, kertas itu memiliki sejuta makna dalam hidupnya kini.

CLEKK...

Suara decitan pintu itu sedikit membuatnya tersentak. Ia memutar kepalanya kearah pintu yang berada tepat dibelakangnya.

“Gabriel...kamu dimana sayang?” suaru seorang wanita begitu jelas terdengar ditelinganya. Ia tersenyum kecil melihat wanita yang dicintainya datang dan masuk kedalam ruangan tersebut.

“Aku disini ma. Aku lagi liatin papa yang lagi mainini piano” jawab Gabriel, seorang anak yang baru saja berusia 5 tahun.

“Eh, tau darimana kamu kalo papa lagi main piano?”

“Tadi pas aku nonton tv, aku denger suara ting ting ting yang bagus banget. Ya udah aku cari-cari aja. Terus aku yakin aja kalo suaranya dari sini. Eh ternyata papa lagi main piano” wanita itu tersenyum. Menatap sang anak dan suaminya bergantian.

“Kok kamu tumben main piano Yo?. Kenapa?” tanyanya.

“Gak apa-apa. Cuma kangen aja sama piano ini. Dulu waktu aku kecil, aku sering mainin piano ini sama Iel. Aku juga kangen sama masa-masa itu Fy” wanita itu kembali tersenyum. Dirangkulnya sang suami yang masih terduduk dikursi. Mengelus pelan pundak pria itu yang begitu bidang. Gabriel ikut mendekati sang ayah, mendudukan dirinya tepat dipangkuan sang ayah dan mulai menekan-nekan tuts piano dihadapannya sembarang.

“Semuanya pasti kangen sama Iel. Aku juga kangen sama dia. Semenjak dia pergi, gak ada lagi Iel yang selalu ngasih semangat dan bikin aku ketawa lepas. Gak ada lagi Iel yang menjadi sosok kakak yang begitu baik buat aku”

“Aku ngerasa gagal jadi sahabatnya Fy. Aku gak bisa tepatin janji aku kedia sampai akhir hidupnya. Aku bener-bener gak pantes buat jadi sahabatnya dia. Harusnya yang saat ini masih ada didunia ini bukan aku, tapi dia”

“Sssttt...” Ify meletakkan telunjuknya tepat dibibir Rio. Menyuruh lelaki ini untuk diam dan tak melanjutkan kalimatnya itu.

“Iel udah tenang dan senang disana. Jangan bikin dia sedih dan kecewa karena kamu kesannya gak mau terima sumbangan hati dari dia. Kamu inget pesan terakhir dia di surat?. Jangan pernah ungkit-ungkit masalah perasaan dia ke aku. Yang harus menjadi orientasi kita kedepan itu bukan untuk memikirkan kesalahan atau penyesalah dalam masa lalu kita. Tapi bagimana cara kita belajar dari kesalahan itu. Dan terakhir, ada Gabriel lain yang harus kita kasih perhatian ekstra sekarang” lanjut Ify disertai senyuman manis. Sekali lagi Rio melirik selembar kertas yang berisikan surat tersebut.

For Mario my best friend and Alyssa my princess

Long time no see guys. Gue kangen sama kalian. Gimana keadaan kalian sekarang?. Sehat dan bahagia kan pastinya.

Yo, Gue minta maaf atas semua sikap gue yang gak bisa ngertiin lo sebagai sahabat. Gue sampe gak tau gimana perasaan lo seseungguhnya kepada Ify selama ini. Bodoh ya gue? Hehehehe :D

Gue juga mau ngucapin terima kasih sama lo. Walaupun gue belum bisa menggapai bintang gue sampai akhir hidup gue, tapi gue seneng. Berkat lo, gue bisa deket sama Ify. Gue bisa ngobrol dan benar-benar kenal sama sosok Ify yang gue kagumi sejak lama. Ya walaupun sebenarnya dia lebih suka sama lo dari pada gue yang jelas lebih ganteng dari pada elo.

Rio my big bro, Gue harap lo gak akan pernah ungkit masalah kita terdahulu. Gue juga gak mau menghancurkan kebahagian lo sama Ify kedepannya. Gue mau dari atas sini ngeliat lo berdua tersenyum bahagia, bukan sedih dan terus menangisi kepergian gue. Jaga hati gue ya, siapa tau hati gue bisa bantu lo buat tambah sayang gitu sama si Princess Alyssa :3 hahahahaha :D

Dan buat Ify, si Mrs. Mario dan mantan Princess hati gue (?). Jaga Rio ya, buat dia menjadi Mario yang ramah dan baik kepada siapa pun. Kalo misalnya dia bandel, jewer aja kupingnya. Kalo masih gak mempan putusin aja biar tau rasa tuh anak.

Jangan pernah sedih lagi ya Fy, gue gak mau ngeliat airmata lo jatuh terus-terusan kaya waktu Rio koma. Hati gue perih Fy liatnya. Inget ya, jangan sampe bikin pengorbanan gue ini sia-sia. Cukup perjuangan dan penantian gue aja yang lo sia-siain Fy ._.V

Oh iya satu lagi, gue lupa kasih tau ke lo berdua. Gue tuh sebenernya waktu itu mau kasih kejutan ke lo berdua sambil mamerin piala gue sebagai pemain piano terbaik kategori Asia. Tapi sayang, lo nya keburu ambruk terus masuk ICU Yo. Jadilah gue Cuma bisa merhatiin lo berdua dari jauh.

Oke deh, sepertinya gue udah terlalu banyak bercuap-cuap disini. Inget sama kata-kata gue tadi ya. Pokoknya kalo lo berdua udah baca surat ini, berarti lo berdua udah janji. Dan inget, janji itu utang loh :D

With Love

Gabriel Stevent

Rio kembali tersenyum setelah membaca surat tersebut. Tangan kanannya tak henti mengelus-elus puncak kepala anak lelaki semata wayangnya yang masih terus memainkan Piano secara asal. Didalam hati ia berjanji,tak akan mengungkit-ungkit penyesalan masa lalunya. Yang saat ini harus ia lakukan adalah, selalu mendoakan Gabriel sahabat terbaiknya agar bisa tenang dan dilindungi oleh Sang Maha Pencipta.

“Makasih atas semua pengorbanan lo.  You are my best friend, yesterday, today, and forever”

***
Finish :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar