Selasa, 10 Mei 2011

Selamat Tinggal Sahabat (cerpen)

Selamat Tinggal Sahabat...

Suara pantulan bola, dan derap kaki, bagaikan music khas yang selalu terdengar di akhir hari. Belum lagi gelak tawa yang membahana. Menjadi kenangan sederhana namun luar biasa.
 Tiga pemuda itu terlarut didalam permainan mereka. Saling mengoper , melempar dan menerima bola. Berkejaran dan berlarian. Tanpa perduli matahari yang telah turun perlahan, kembali peraduannya, untuk menyinari dunia esok hari.
“Hosh..hosh..”
“Capek juga ya..” ucap salah satu di antara mereka.
“Cemen. Dasar anak mami loe. Kita aja masih sanggup 3 jam lagi..”
“Tiga jam? Gila loe..” sahut yang satunya.
“Loe aja kali, jangan ajak-ajak gue..”
Mereka bertiga duduk di bawah pohon akasia di halaman belakang sekolah, yang letaknya tidak jauh dari lapangan basket.
“Enggak kerasa. Udah sore nih..”
“Pulang yuk!!”
Mereka tersenyum menatap langit senja. Kemudian beranjak meninggalkan tempat itu. Meninggalkan saksi bisu kenangan mereka selama 3 tahun memakai putih abu-abu.
Hari ini adalah hari terakhir mereka di sekolah SMA Tunas Negara. Karena esok, mereka akan menjalani hidup yang baru. Tidak lagi menggunakan seragam putih abu-abu. Bukan lagi seorang siswa, namun menjadi mahasisiwa di salah satu Untiversitas di Kota Bandung ini.
Mereka bertiga berjalan beriringan menyusuri jalanan sepi. Dedaunan yang mulai berguguran menyertai langkah mereka. Saling merangkul, berbagi kehangatan dan kebahagiaan.
Tidak ada yang tahu apa yang akan mereka hadapi nanti. Behagia, sedih, senang, susah, dan sengsara. Tiada yang tahu. Yang pasti kini, mereka bertiga, selalu bergandeng tangan, selalu menguatkan biar apapun yang terjadi.
Mereka tahu, jalan didepan tidak akan mudah. Namun mereka yakin dapat melewatinya. Dengan persahabatan mereka, bergandeng tangan bersama menembus pintu masa depan.
Karena mereka adalah sahabat.
^^^
Mereka hanya tinggal berdua. Sahabat terbaik mereka telah pergi kesebuah negeri asing. Burung besar itu membawanya terbang keangkasa. Meninggalkan tanah air, dan sahabat yang selama ini menemani harinya. Menembus awan yang tidak akan dapat mereka raih.
Dia telah mengepakkan sayapnya. Terbang tinggi bebas dilangit. Mereka yang hanya burung pipit kecil yang tidak dapat terbang tinggi menyusulnya. Mereka hanya dianggap rumput liar yang tiada berarti.
Dua sahabat itu masih berdiri memandang langit dari pagar pembatas. Melihat sahabat terbaik mereka pergi menyongsong masa depan.
“Selamat tinggal kawan. Ini hanya sementara. Kita akan bertemu kembali dengan diri kita yang sudah lain. Menjadi orang yang lebih baik..”
^^^
Dia terpaku melihat sebuah rumah di hadapannya. Kosong. Tak berpenghuni. Tiada kehidupan yang nampak seperti hari-hari biasanya. Tidak ada suara anak-anak berlarian di halamannya. Tidak ada canda tawa yang terdengar. Semua hanya kosong dan hampa.
Di depan rumah masih tertulis jelas. ‘Panti Asuhan Mata Hati’. Namun tidak ada kehidupan yang memancar bersama.
Terakhir dia datang ke tempat ini, masih ada anak-anak yang berlarian. Dia masih mendapat sambutan hangat dari Ibu Panti. Masih pula melihat sahabat terbaiknya bergurau dengan anak-anak bersama senyumannya yang ramah.
Tulisan di depan pintu membuatnya mengerti akan semuanya. Tidak pernah disangkanya kalau masalah panti itu menjadi semakin rumit. Ia kira isu penutupan itu hanya gossip belaka. Tapi ternyata semua itu benar.
Dia tidak dapat menemukan sahabatnya di mana-mana. Matanya berkaca, dan hampir saja melelehkan air hangat dari dalamnya. Dimana mereka? Dimana sahabatnya itu kini tinggal?
Satu lagi sahabat terbaiknya hilang. Satu lagi harapan di hidupnya pergi. Kesempurnaan yang dulu melekat erat didalam kehidupannya, perlahan pergi dan menjauh. Tidak dapat lagi terjangkau olehnya.
Hilang, musnah. Semua hanya tinggal kenangan semu. Kenangan saat mereka masih tertawa bersama. Kenangan saat mereka berlarian ditengah lapangan, memantul-mantulkan bola, walau keringat telah membasahi seluruh tubuh mereka.
Masih terdengar jelas sorakan semangat yang memanggil nama mereka masing-masing saat turnamen nasional yang akhirnya mereka menangkan.
Dia pergi dari temapat itu dengan langkah kaki yang sangat berat. Dia melangkahkan kakinya menuju sebuah bukit di belakang sekolah mereka saat SMP dulu. Diatas bukit itu, terdapat sebuah rumah pohon yang dulu sering menjadi markas mereka. Mereka menamainya Bukit Bintang Persahabatan.
Pemuda itu duduk di tumah pohon. Di pandangnya langit yang mulai gelap. Di tangannya terdapat foto tiga orang sahabat yang tersenyum senang. Dia membalik foto itu. Telah tertulis indah nama singkatan mereka.
‘Ariyel, Our Friendship Star.’
Dia tersenyum membacanya.
“Alvin, Rio, Iyel, sahabat selamanya..” gumamnya.
^^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar